BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Demam typhoid merupakan permasalahan kesehatan penting dibanyak negara berkembang. Secara global, diperkirakan 17 juta orang mengidap penyakit ini tiap tahunnya. Di Indonesia diperkirakan insiden demam typhoid adalah 300 – 810 kasus per 100.000 penduduk pertahun, dengan angka kematian 2%. Demam typhoid merupakan salah satu dari penyakit infeksi terpenting. Penyakit ini di seluruh daerah di provinsi ini merupakan penyakit infeksi terbanyak keempat yang dilaporkan dari seluruh 24 kabupaten. Di Sulawesi Selatan melaporkan demam typhoid melebihi 2500/100.000 penduduk (Sudono, 2006).
Demam tifoid atau typhus abdominalls adalah suatu infeksi akut yang terjadi pada usus kecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhi. Typhi dengan masa tunas 6-14 hari. Demam tifoid yang tersebar di seluruh dunia tidak tergantung pada iklim. Kebersihan perorangan yang buruk merupakan sumber dari penyakit ini meskipun lingkungan hidup umumnya adalah baik. Di Indonesia penderita Demam Tifoid cukup banyak diperkirakan 800/ 100.000 penduduk per tahun dan tersebar di mana-mana. Ditemukan hampir sepanjang tahun, tetapi terutama pada musim panas. Demam tifoid dapat ditemukan pada semua umur, tetapi yang paling sering pada anak besar, umur 5- 9 tahun dan laki-laki lebih banyak dari perempuan dengan perbandingan 3 : 1.
Penularan dapat terjadi dimana saja, kapan saja, sejak usia seseorang mulai dapat mengkonsumsi makanan dari luar, apabila makanan atau minuman yang dikonsumsi kurang bersih. Biasanya baru dipikirkan suatu demam tifoid bila terdapat demam terus-menerus lebih dari 1 minggu yang tidak dapat turun dengan obat demam dan diperkuat dengan kesan anak baring pasif, nampak pucat, sakit perut, tidak buang air besar atau diare beberapa hari (Bahtiar Latif, 2008).
Sekarang ini penyakit typhus abdominalis masih merupakan masalah yang penting bagi anak dan masih menduduki masalah yang penting dalam prevalensi penyakit menular. Hal ini disebabkan faktor hygiene dan sanitasi yang kurang, masih memegang peranan yang tidak habis diatas satu tahun, maka memerlukan perawatan yang khusus karena anak ini masih dalam taraf perkembangan dan pertumbuhan. Dalam hal ini perawatan dirumah sakit sangat dianjurkan untuk mendapatkan perawatan isolasi untuk mencegah komplikasi yang lebih berat (Suharyo hadisaputro, 1989, dan Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985).
Berdasarkan hal tersebut, maka kami tertarik untuk menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan demam typhoid di ruang rawat inap RSI Ibnu Sina Bukittinggi.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu menyusun asuhan keperawatan kepada An.AM dengan Demam Thyphoid
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada An. AM dengan Demam Thyphoid.
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada An. AM dengan Demam Thyphoid
c. Mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada An. AM dengan Demam Thyphoid
d. Mampu melakukan implementasi keperawatan pada An. AM dengan Demam Thyphoid
e. Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan pada An.AM dengan Demam Thyphoid
f. Mampu mendokumentasikan proses keperawatan yang telah dilaksanakan dalam rangka memenuhi kebutuhan klien.
C. Metode Penulisan
1. Metode Penulisan
Penulisan makalah ini dilakukan dengan metode deskripsi. Tipe studi kasus yang dilaksanakan terhadap salah satu klien dengan demam thyphoid yaitu analisa tentang suatu keadaan subjektif (individu dan keluarga). Tinjauan dari pengembangan subjek tersebut melalui pengumpulan data yang digunakan dalam melaksanakan asuhan keperawatan klien adalah pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi.
2. Lokasi Penelitian
Studi kasus ini dilakukan diruang rawat anak yaitu paviliun Siti Pathimah RSI Ibnu Sina Bukittingggi karena merupakan tempat pendidikan yang menjadi lahan praktek bagi mahasiswa Stikes Yarsi Bukittinggi.
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara
Dilakukan pada klien, keluarga klien, tenag medis dan tim kesehatan lainnnya.
b. Observasi/ pengukuran
Pengamatan langsung terhadap klien melalui indra penglihatan, perabaan dan alat yang digunakan seperti stetoskop, termometer
c. Study Dokumenter
Teknik pengumpulan data tentang klien yang didokumentasikan baik dari hasil laboratorium, catatan perawat dan tim kesehatan lain.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Defenisi
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi Salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella ( Bruner and Suddart, 1994 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman Salmonella Thypi ( Arief Maeyer, 1999 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman Salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. Sinonim dari penyakit ini adalah typhoid dan paratyphoid abdominalis, ( Syaifullah Noer, 1996 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, typhoid disebut juga paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis (Seoparman, 1996).
Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh Salmonella Typhosa, Salmonella type A.B.C. Penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief. M. 1999).
B. Etiologi
Etiologi dari typhoid adalah Salmonella thypi/ salmonella thyphosa, basil gram negatif yang bergerak dengan rambut getar dan tidak berspora. (Suriadi, Yuliani Rita, 2001).
Salmonella thyposa, basil gram negatif yang bergerak dengan rambut getar dan tidak berspora, masa inkubasi 10-20 hari dan hanya didapatkan pada manusia. Penularan penyakit ini hampir selalu terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.
C. Gambaran Klinis
Gambaran klinis demam typhoid pada anak biasanya lebih ringan daripada orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari. Yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, nafsu makan kurang.
Gambaran klinis yang biasa ditemukan ialah :
1. Demam
Pada kasus yang khas demam berlangsung 3 minggu, bersifat febris remitten dan suhu tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua pasien terus berada dalam keadaan demam, pada minggu ketiga suhu tubuh berangsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
2. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat bau nafas tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah (regaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar disertai nyeri perabaan. Biasanya sering terjadi konstipasi tetapi juga dapat diare atau normal.
3. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak dalam yaitu apatis sampai samnolen, jarang terjadi stupor, koma atau gelisah (kecuali penyakitnya berat dan terlambat mendapatkan pengobatan). Disamping gejala tersebut mungkin terdapat gejala lainnya. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada minggu pertama demam. Kadang-kadang ditemukan pula bradikardi dan epistaksis pada anak besar ( Ngastiyah, 2005)
D. Patofisiologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.
Woc (Lynda juall, 2002)
Sallmonella Typhosa
Saluran pencernaan
Lambung (sebagai ) dimusnakan oleh asam lambung, sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfase flasue poyeridi ulkumterminal), berkembangbiak dan menyerang villi usus halus
Terjadi peregangan pada usus halus Masuk aliran limfe dan kelenjer limfe
Sel hiposa dan endotoksinya merangsang Spelenomegeli pelepasan zat pirogen dan lekosit Masuk ke aliran darah Inflamasi lokal pada jaringan tempat ( baktermia primer )
kuman berkembang Hati ( Hepatomegali )
MK : peningkatan suhu tubuh
Observasi Pelepasan kuman kedalam
peredaran darah
Gangguan metabolisme : anoreksia, mual dan muntah Otak,otot, kadung kemih, tulang,
ginjal dan kardiovaskuler Mk : gangguan pemenuhan nutrisi kebutuhan tubuh
Mk : Resiti devisit volume cairan tubuh
Mk : Intoleransi Aktivitas Mk : potensi terjadi infeksi
E. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari :
a. Pemeriksaan Darah Tepi
- Terdapat gambaran leukopenia
- Limfositosis relatif
- Ameosinofila pada permulaan sakit
- Mungkin terdapat anemia dan trombositopenia ringan
b. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
c. Biakan Darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
· Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
· Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.
· Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
· Pengobatan dengan obat anti mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.
d. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid.
Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu:
1. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
2. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
3. Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid. Faktor – faktor yang mempengaruhi uji widal :
a. Faktor yang berhubungan dengan klien :
1. Keadaan umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi.
2. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah klien sakit 1 minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.
3. Penyakit – penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat menyertai demam typhoid yang tidak dapat menimbulkan antibodi seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma lanjut.
4. Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan obat anti mikroba dapat menghambat pembentukan antibodi.
5. Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat tersebut dapat menghambat terjadinya pembentukan antibodi karena supresi sistem retikuloendotelial.
6. Vaksinasi dengan kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi dengan kotipa atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H pada orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik.
7. Infeksi klien dengan klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya : keadaan ini dapat mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer yang rendah.
8. Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap salmonella thypi karena penyakit infeksi dengan demam yang bukan typhoid pada seseorang yang pernah tertular salmonella di masa lalu.
b. Faktor-faktor Teknis
1. Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat mengandung antigen O dan H yang sama, sehingga reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesies yang lain.
2. Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan mempengaruhi hasil uji widal.
3. Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada penelitian yang berpendapat bahwa daya aglutinasi suspensi antigen dari strain salmonella setempat lebih baik dari suspensi dari strain lain.
F. Komplikasi
Komplikasi demam typhoid dapat dibagi atas dua bagian :
1. Komplikasi Intestinal
a. Perdarahan usus
Dapat terjadi pada saat demam masih tinggi, ditandai dengan suhu mendadak turun, nadi meningkat/ cepat dan kecil, tekanan darah menurun. Jika perdarahan ringan mungkin gejalanya tidak terlihat jelas, karena darah dalam feses hanya dapat dibuktikan dengan tes benzidin. Jika perdarahan berat ditemukan melena.
b. Perforasi usus
Komplikasi ini dapat terjadi pada minggu ketiga ketika suhu sudah turun. Gejala perforasi usus adalah pasien mengeluh sakit perut hebat dan akan lebih nyeri lagi jika ditekan, perut tegang/ kembung. Anak menjadi pucat, dapat juga keringan dingin, nadi lembut; pasien dapat syok (Ngastiyah, 2005)
2. Komplikasi Ekstraintestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis, tromboplebitis.
b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia hemolitik.
c. Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
d. Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
e. Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
f. Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
g. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningismus, meningitis, polineuritis perifer, Sindroma Guillain Bare dan Sidroma Katatonia.
G. Penatalaksanaan Medis
Pasien yang dirawat dengan diagnosis observasi demam typus abdominalis harus dianggap dan diperlakukan langsung sebagai pasien typus abdominalis dan diberikan pengobatan sebagai berikut :
1. Isolasi klien, desinfeksi pakaian dan ekskreta
2. Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi
3. Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu setelah suhu normal kembali (istirahat total), kemudian boleh duduk; jika tidak panas lagi boleh berdiri kemudian berjalan di runagan.
4. Diit makanan harus cukup cairan, kalori, dan tinggi protein. Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang dan tidak menimbulkan gas. Bila kesadaran pasien menurun diberikan makanan cair, melalui sonde lambung. Jika kesadaran dan nafsu makan baik dapat juga diberikan makanan lunak.
5. Obat pilihan ialah kloramfenikol, kecuali jika pasien tidak cocok dapat diberikan obat lainnya seperti kotrimoksazol. Pemberian kloramfenikol dengan dosis tinggi, yaitu 100 mg/kg BB/ hari (maksimum 2 gram perhari), diberikan 4 kali sehari per oral atau intravena. Pemberian kloramfenikol dengan dosis tinggi tersebut mempersingkat waktu perawatan dan mencegah relaps. Efek negatifnya adalah mungkin pembentukan zat anti kurang karena basil terlalu cepat dimusnahkan.
6. Bila terdapat komplikasi, terapi disesuaikan dengan penyakitnya. Bila terjadi dehidrasi dan asidosis diberikan cairan secara intravena dan sebagainya (Ngastiyah, 2005)
H. Pencegahan
Cara pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci tangan setelah dari toilet dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan, hindari minum susu mentah (yang belum dipsteurisasi), hindari minum air mentah, rebus air sampai mendidih dan hindari makanan pedas.
I. Discharge Planning
- Penderita harus dapat diyakinkan cuci tangan dengan sabun setelah defekasi
- Mereka yang diketahui sebagai karier dihindari untuk mengelola makanan
- Lalat perlu dicegah menghinggapi makanan dan minuman.
- Penderita memerlukan istirahat
- Diit lunak yang tidak merangsang dan rendah serat (Samsuridjal D dan Heru S, 2003)
- Berikan informasi tentang kebutuhan melakukan aktivitas sesuai dengan tingkat perkembangan dan kondisi fisik anak
- Jelaskan terapi yang diberikan: dosis, dan efek samping
- Menjelaskan gejala-gejala kekambuhan penyakit dan hal yang harus dilakukan untuk mengatasi gejala tersebut
- Tekankan untuk melakukan kontrol sesuai waktu yang ditentukan (Suriadi & Rita Y, 2001)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
DEMAM TYPHOID
A. PENGKAJIAN
1. Biodata klien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, no. MR, diagnosa medis, nama orang tua, umur orang tua, pekerjaan, agama, alamat, dan lain-lain.
2. Keluhan Utama
Biasanya klian datang dengan keluhan perasaan tidak enak badan, pusing demam, nyeri tekan pada ulu hati, nyeri kepala, lesu dan kurang bersemangat, nafsu makan berkurang (terutama selama masa inkubasi)
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
Kaji tentang penyakit yang pernah dialami oleh klien, baik yang ada hubungannya dengan saluran cerna atau tidak. Kemudian kaji tentang obat-obatan yang biasa dikonsumsi oleh klien, dan juga kaji mengenai riwayat alergi pada klien, apakah alergi terhadap obat-obatan atau makanan.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Kaji mengenai keluhan yang dirasakan oleh klien, misalnya nyeri pada epigastrium, mual, muntah, peningkatan suhu tubuh, sakit kepala atau pusing, letih atau lesu.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Kaji apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan klien atau penyakit gastrointestinal lainnya.
d. Riwayat psikologis
Kaji bagaimana keadaan suasana hati (emosional) klien dan keluarga dalam menghadapi penyakit yang diderita, biasanya suasana hati klien kurang baik (gelisah) dan keluarga biasanya cemas.
e. Riwayat sosial ekonomi
Mengkaji kehidupan sosial ekonomi klien, tipe keluarga bagaimana dari segi ekonomi dan tinggal bersama siapa klien. Bagaimana interaksi klien baik di kehidupan sosial maupun masyarakat atau selama di rumah sakit.
f. Kebiasaan sehari-hari
Kaji tentang aktivitas atau kebiasaan yang dilakukan oleh klien sebelum sakit dan saat sakit. Hai ini berguna dalam perbandingan antara pengobatan dan perawatan pasien, biasanya mencakup :
- Nutrisi
- Eliminasi
- Pola istirahat/ tidur
- Pola kebersihan
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Bagaimana keadaan klien, apakah letih, lemah atau sakit berat.
b. Tanda vital :
Bagaimana suhu, nadi, persafasan dan tekanan darah klien
c. Kepala
Bagaimana kebersihan kulit kepala, rambut serta bentuk kepala, apakah ada kelainan atau lesi pada kepala
d. Wajah
Bagaimana bentuk wajah, kulit wajah pucat/tidak.
e. Mata
Bagaimana bentuk mata, keadaan konjungtiva anemis/tidak, sclera ikterik/ tidak, keadaan pupil, palpebra dan apakah ada gangguan dalam penglihatan
f. Hidung
Bentuk hidung, keadaan bersih/tidak, ada/tidak sekret pada hidung serta cairan yang keluar, ada sinus/ tidak dan apakah ada gangguan dalam penciuman
g. Mulut
Bentuk mulut, membran membran mukosa kering/ lembab, lidah kotor/ tidak, apakah ada kemerahan/ tidak pada lidah, apakah ada gangguan dalam menelan, apakah ada kesulitan dalam berbicara.
h. Leher
Apakah terjadi pembengkakan kelenjar tyroid, apakah ditemukan distensi vena jugularis
i. Thoraks
Bagaimana bentuk dada, simetris/tidak, kaji pola pernafasan, apakah ada wheezing, apakah ada gangguan dalam pernafasan.
j. Abdomen
Bagaimana bentuk abdomen, turgor kulit kering/ tidak, apakah terdapat nyeri tekan pada abdomen, apakah perut terasa kembung, lakukan pemeriksaan bising usus, apakah terjadi peningkatan bising usus/tidak.
k. Genitalia
Bagaimana bentuk alat kelamin, distribusi rambut kelamin ,warna rambut kelamin. Pada laki-laki lihat keadaan penis, apakah ada kelainan/tidak. Pada wanita lihat keadaan labia minora, biasanya labia minora tertutup oleh labia mayora.
l. Integumen
Kaji warna kulit, integritas kulit utuh/tidak, turgor kulit kering/ tidak, apakah ada nyeri tekan pada kulit, apakah kulit teraba panas.
m. Ekstremitas atas
Adakah terjadi tremor atau tidak, kelemahan fisik, nyeri otot serta kelainan bentuk.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan proses infeksi kuman salmonella typhosa, ditandai dengan suhu tubuh meningkat, demam, nyeri kepala, pusing.
2. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, ditandai dengan mual, muntah anoreksia.
3. Resiko tinggi defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan pemasukan yang kurang, pengeluaran yang berlebihan, ditandai dengan mual, muntah, membran mukosa kering
4. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik
BAB IV
TINJAUAN KASUS DEMAM TYPHOID
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Nama : An. AM
Umur : 7 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Veteran 99 Jirek
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Pelajar
Tanggal masuk RS : 11 Juni 2011
Tanggal pengkajian : 13 Juni 2011
No.MR : 132709
Dx medis : Demam Typhoid
Penanggung jawab
Nama Ayah : Tn. A
Umur : 39 tahun
Pendidikan : MAN
Pekerjaan : PNS
Agama : Islam
Nama Ibu : Ny. A
Umur : 39 tahun
Pendidikan : SMEA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Alamat : Jl. Veteran 99 Jirek
2. Alasan Masuk
Klien kiriman UGD masuk ke ruang rawat inap anak pada hari sabtu 11 Juni 2011 jam 08.30 wib diantar oleh keluarga dengan keluhan demam naik turun sejak hari selasa 7 Juni 2011, nafsu makan tidak ada, lemah, letih, muntah 4x sejak hari senin. Keluarga mengatakan pada hari selasa tersebut telah berobat ke puskesmas tetapi panasnya tidak turun, kemudian pada hari kamis klien berobat ke poly anak RSI Ibnu Sina dengan Dr.Hj. Rahmi Yetti K, SpA dan beliau menganjurkan agar klien periksa darah ke lab dan dirawat di rumah sakit.
3. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
a. Prenatal
Ibu klien mengatakan saat hamil klien, ibu klien mengatakan tidak mengalami kelainan atau masalah serius selama kehamilan. Ibu klien juga tidak mengalami mual, muntah dan mengidam makanan tertentu.
b. Intranatal
Klien lahir dalam keadaan normal dan tidak ada kelainan bawaan, ditolong oleh bidan dengan usia kehamilan 9 bulan. Klien dilahirkan secara spontan dengan BB 4100 gram dan TB 45 cm.
c. Postnatal
Klien langsung disusui oleh ibu klien, setelah lahir klien tidak pernah mengalami kelainan atau penyakit serius tertentu dan imunisasi klien lengkap.
4. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat kesehatan sekarang
Ibu klien mengatakan klien demam naik turun sejak hari selasa 7 Juni 201, suhu tubuh meningkat pada sore dan malam hari, nafsu makan tidak ada, tidak mau minum, klien juga merasa pusing dan nyeri pada bagian perutnya. Ibu klien juga mengatakan BB klien sebelum sakit 28 kg dan setelah sakit turun menjadi 25 kg. Observasi selama pengkajian klien terlihat lemah, badan klien terasa panas, mukosa bibir kering, mulut kering, bibir pecah-pecah, lidah kelihatan kotor dan berwarna putih. Klien terpasang infus RL 12 gtt/i.
2. Riwayat kesehatan dahulu
Ibu klien mengatakan klien belum pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya. Klien juga belum pernah mengalami penyakit serius lainnya hanya sakit perut dan demam. Apabila klien sakit perut dan demam biasanya ibu klien membawa klien berobat ke puskesmas dan meminum obat dari puskesmas.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Saat ini tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan klien. Ibu klien juga mengatakan saat ini abang klien dirawat di rumah sakit yang sama.
4. Riwayat Sosial
a. Hubungan dengan keluarga
Ibu klien mengatakan klien adalah anak kedua dari dua bersaudara, klien tinggal bersama kedua orangtua dan abangnya. Hubungan klien dengan anggota keluarga baik, klien sangat dekat dengan ayah, ibu dan abangnya.
b. Hubungan dengan teman sebaya
Hubungan klien dengan teman sebaya baik dan mudah bergaul sesama temannya.
c. Interaksi dengan lingkungan
Klien tinggal dalam lingkungan rumah yang sehat dan nyaman. Klien juga dapat berinteraksi dengan lingkungan dengan baik.
5. Kebutuhan Dasar
No | Aktifitas | Sebelum sakit | Sakit |
1 | Pola Nutrisi a. Frekuensi makan b. Diit c. Intake cairan
d. Nafsu makan |
3 x 1 porsi MB + 6-7 gelas/ perhari
Biasa |
3 x 1 porsi, habis ¼ porsi ML 4-5 gelas/ hari, klien terpasang infus RL 12 gtt/i Kurang |
2 | Pola Eliminasi BAB a. Frekuensi b. Warna c. Konsistensi d. Penggunaan pencahar BAK a. Frekuensi b. Warna c. Bau |
1 x 2 hari Kuning Lembek Tidak ada
+ 5x sehari Kuning muda Urine khas |
1 x 2 hari Kuning Lembek Tidak ada
+ 4-5 x sehari Kuning muda Urine khas |
3 | Pola Istirahat a. Tidur siang b. Tidur malam |
+ 1-2 jam sehari + 8 jam sehari |
+ 1-2 jam sehari + 5-6 jam sehari |
4 | Personal Hygiene a. Mandi b. Gosok gigi c. Keramas |
2x sehari 2x sehari 1x2 hari |
Dilap oleh keluarga 1x sehari Tidak pernah |
5. Pemeriksaan Fisik
KU pasien :Sedang
Kesadaran : Composmentis
Tanda – tanda vital :
S : 38,4 oC
P : 28 x/i
N : 84 x/i
Kepala : Simetris ki/ka, rambut berwarna hitam, panjang dan tidak berminyak, tidak ada lesi pada kepala
Mata : Simetris ki/ka, sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis, palpebra tidak edema, pupil bereaksi terhadap cahaya, dan tidak ada gangguan dalam penglihatan
Hidung : Simetris ki/ka, tidak terdapat secret pada hidung, bernafas tidak menggunakan cuping hidung, tidak ada gangguan dalam penciuman.
Mulut : Mukosa mulut kering, bibir pecah-pecah, lidah terlihat kotor dan berwarna putih
Telinga : Simetris ki/ka, tidak terdapat serumen, tidak ada gangguan dalam pendengaran
Leher : Tidak terdapat pembesaran kelenjar tyroid, tidak ditemukan distensi vena jugularis
Thoraks :
I : Simetris ki/ka, pergerakan dinding dada normal, P=28 x/i
P : Tidak ada pembengkakan, tidak ada nyeri tekan
P : Sonor pada kedua area paru
A : Bunyi nafas vesikuler, tidak ada wheezing
Abdomen :
I : Simetris ki/ka, warna kulit sawo matang
P : Nyeri pada epigastrium dan perut kanan atas
P : Perut kembung
A : Bising usus (+)
Integumen : Integritas kulit utuh, turgor kulit kering, tidak ada dekubitus
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas :
- Pada ekstremitas atas bagian dextra terpasang IVFD RL 12 gtt/i, teraba nadi 92 x/i pada arteri radialis
- Pada ekstremitas bawah terdapat bekas gigitan nyamuk berupa bercak-bercak berwarna hitam.
6. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium :
- Kimia Klinik, tanggal 10 Juni 2011
Tes Widal
Sty O : (+)1/80, (+)1/160
Sty H : (+)1/80, (+)1/160, (+)1/320
- Darah, tanggal 10 Juni 2011
WBC : 3,9. 103/ mm3 (3,0 – 11,0)
RBC : 4,51. 106/ mm3 (3,20 – 6,00)
HGB : 12,4 g/dl (9,0 – 17,5)
HCT : 36,8 g/dl (9,0 – 17,5)
PLT : 262. 103/mm3
LED : 37/70. 103/mm3
- Darah, tanggal 11 Juni 2011
WBC : 5,1. 103/ mm3 (3,0 – 11,0)
RBC : 4,73. 106/ mm3 (3,20 – 6,00)
HGB : 12,9 g/dl (9,0 – 17,5)
HCT : 38,8 g/dl (9,0 – 17,5)
PLT : 143. 103/mm3
- Hematologi, tanggal 12 Juni 2011
Hemoglobin : 12,0 gr/dl n : 11-14 gr/dl
Leukosit : 5500 / mm3
Trombosit : 124.000/ mm3
Hematokrit : 37,4 n : 37-43, 100%
7. Penatalaksanaan
Pengobatan meliputi :
a. Oral
- Amoxicillin, 3x2 cth
- Kloramfenikol, 4x2 tab
- Dumin 250, 3x1 tab
b. IVFD
- RL 12 gtt/i
c. Diit
- ML
8. Analisa Data
NO | DATA – DATA | MASALAH KEPERAWATAN |
1.
2
3
| DS : 1. Keluarga mengatakan klien demam naik turun 2. Klien mengatakan nyeri dan sakit pada kepala
DO : 3. Klien tampak gelisah 4. Suhu tubuh meningkat pada sore dan malam hari
DS : 1. Keluarga mengatakan klien tidak mau minum 2. Keluarga mengatakan klien muntah di rumah + 5 kali DO : 3. Klien terlihat lemah dan letih 4. Mukosa bibir terlihat kering 5. Turgor kulit jelek 6. Bibir pecah-pecah
DS : 1. Keluarga mengatakan klien tidak ada nafsu makan 2. Keluarga mengatakan makanan yang diberikan cuma habis 1/4 porsi 3. Klien mengatakan mual
DO : 4. Mukosa bibir kering 5. Perut klien kembung 6. Berat badan berkurang : BB sebelum sakit : 28 kg BB sesudah sakit : 25 kg |
Peningkatan suhu tubuh (hipertermi)
Defisit volume cairan
Resiko pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
|
B. Diagnosa Keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan proses infeksi salmonella typhosa.
2. Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan pemasukan yang kurang, output yang berlebihan.
3. Resiko pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
C. Intervensi Keperawatan
No | Diagnosa | Tujuan/ KH | Intervensi | Rasional |
1 | Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan proses infeksi kuman salmonella typhosa.
Ditandai dengan : - suhu tubuh meningkat - demam - nyeri kepala - pusing.
| Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam, suhu tubuh kembali normal KH : - Suhu tubuh dalam batas normal (36-37 oC) - Keluarga/ klien mengatakan klien tidak demam lagi - TTV dalam batas normal | 1. Monitor TTV tiap 4 jam
2. Anjurkan klien banyak minum 2 - 3 liter/ 24 jam
3. Beri kompres hangat pada daerah axila, lipat paha dan temporal 4. Anjurkan klien untuk memakai pakaian yg dapat menyerap keringat 5. Beri penjelasan kepada keluarga/ klien tentang penyebab peningkatan suhu tubuh 6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antipiretik dan antibiotik | 1. Untuk memonitor terjadinya peningkatan suhu tubuh dan untuk merencanakan intervensi yang diperlukan untuk mengatasi masalah klien. 2. Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak 3. Kompres hangat dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah sehingga terjadi penguapan 4. Membantu mengurangi penguapan tubuh
5. Membantu mengurangi kecemasan yang timbul
6. Mempercepat proses penyembuhan karena antipiretik dan antibiotik berguna untuk mengatasi keluhan klien. |
2 | Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan pemasukan yang kurang, output yang berlebihan
Ditandai dengan : - membran mukosa kering - turgor kulit jelek
| Kekurangan cairan tubuh tidak terjadi
KH : - klien tidak mengalami kekurangan cairan - TTV dalam batas normal - Turgor kulit normal - Membran mukosa lembab - Intake dan output seimbang
| 1. Kaji tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa bibir kering, turgor kulit tidak elastis dan peningkatan suhu tubuh 2. Pantau intake dan output cairan dalam 24 jam
3. Monitor tanda-tanda vital
4. Anjurkan klien minum banyak 2-3 liter/ hari 5. Catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah 6. Beri penjelasan kepada keluarga /klien tentang pentingnya kebutuhan cairan 7. Kolaborasi dengan dokter untuk terapi cairan | 1. Perubahan status hidrasi menggambarkan berat ringannya kekurangan cairan
2. Untuk mengetahui keseimbangan cairan dan pedoman untuk menggantikan cairan yg hilang 3. Perubahan TTV dapat menggambarkan keadaan umum klien. 4. Untuk pemenuhan kebutuhan cairan
5. Berguna dalam intervensi selanjutnya
6. Membantu mempermudah pemberian cairan kepada klien
7. Membantu memenuhi kebutuhan cairan yang tidak terpenuhi. |
3 | Resiko gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
Ditandai dengan : - mual - muntah - anoreksia
| Kebutuhan nutrisi terpenuhi KH : - terjadi peningkatan berat badan - klien dapat menghabis kan porsi yg disediakan - mual dan muntah dapat diatasi. - Nafsu makan klien ada | 1. Jelaskan pentingnya makanan untuk proses penyembuhan. 2. Observasi pemasukan makanan klien 3. Kaji makanan yang disukai dan yang tidak disukai klien.
4. Libatkan keluarga dalam perencanaan makan klien
5. Sajikan makanan dalam keadaan hangat 6. Anjurkan makan dlm porsi kecil tapi sering dan mudah dicerna 7. Catat porsi yang dihabiskan oleh klien 8. Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan
9. Ciptakan suasana yg menyenangkan, lingkungan yg bebas dari bau sewaktu makan. 10. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diit | 1. Dapat memotivasi klien dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi
2. Untuk mengukur intake makanan
3. Makanan kesukaan dapat meningkatkan masukan nutrisi yang adekuat
4. Dapat memberikan informasi pada keluarga klien untuk memahami kebutuhan nutrisi klien 5. Meningkatkan nafsu makan klien
6. Dapat mengurangi rangsangan mual dan muntah
7. Membantu untuk melakukan intervensi selanjutnya 8. Keadaan mulut yang kotor dapat mengurangi nafsu makan serta menimbulkan rangsangan mual 9. Bau dan pemandangan yang tidak menyenangkan selama makan dapat mengurangi nafsu makan.
10. Membantu mengkaji kebutuhan nutrisi klien dalam perubahan pencernaan |
Catatan Perkembangan
Nama klien : An. AM Ruangan : Zaal Anak (2A)
Umur : 7 tahun No Mr : 132709
Hari/ Tanggal | Dx. Kep | Implementasi | Evaluasi |
13 Juni 2011 jam 17.00 Wib | I | 1. Memonitor TTV S : 38º C N : 87 x/i P : 28 x/i 2. Menganjurkan klien untuk banyak minum + 2000-2500/ hari 3. Menganjurkan keluarga untuk mengompres hangat pada axilla dan temporal dan ibu klien tampak mengganti kapas kompres sekali dalam 10 menit 4. Menganjurkan klien untuk memakai pakaian yang bahannya dapat menyerap keringat seperti katun dan kaos 5. Memberikan informasi kepada keluarga bahwa penyebab dari peningkatan suhu tubuh klien disebabkan karena infeksi 6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antipiretik dan antibiotik yaitu - Amoxicillin, 3x2 cth - Kloramfenikol, 4x2 tab - Dumin 250, 3x1tab | Jam 20.00 Wib S : - Keluarga mengatakan demam klien sudah mulai berkurang - Keluarga mengatakan telah mengompres kening klien sekali dalam 10 menit O : - Klien tampak rileks - Klien memakai baju tidur berbahan katun - Klien makan obat jam 19.00 wib : Amoxicillin 2cth Kloramfenikol 2 tab Dumin 1 tab - Hasil TTV : S : 37,5 oC N : 84 x/i P : 28 x/i A : - Masalah 1 dan 3 teratasi
P : - Implementasi 3, 4 dan 5 dipertahankan - Implementasi 1, 2 dan 6 dilanjutkan
|
| II | 1. Mengkaji tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa bibir kering, turgor kulit tidak elastis dan peningkatan suhu tubuh 2. Memantau intake dan output cairan dalam 24 jam Input + 1.000 cc Output + 500 cc 3. Menganjurkan klien minum banyak 2-3 liter/ hari 4. Mencatat laporan atau keluhan klien seperti mual, muntah dan klien mengatakan sudah tidak mual lagi 5. Memberi penjelasan kepada keluarga/ klien tentang pentingnya kebutuhan cairan untuk klien 6. Berkolaborasi dengan dokter untuk terapi cairan yaitu terpasang IVFD RL 12 gtt/i | S : - Keluarga klien mengatakan klien sudah mau minum - Keluarga mengatakan sudah memahami pentingnya kebutuhan cairan untuk klien - Klien mengatakan tidak mual lagi
O : - Mukosa mulut dan bibir klien mulai lembab - Turgol kulit kenyal - Klien tampak minum - Terpasang IVFD RL 12 gtt/i A : - Masalah 1, 2, 4 dan 6 teratasi
P : - Implementasi 12, 3, dan 4 dipertahankan - Implementasi 1 dan 6 dilanjutkan.
|
| III | 1. Menjelaskan pentingnya nutrisi bagi klien untuk mempercepat proses penyembuhan. 2. Melihat dan memperhatikan seberapa banyak makanan yang dihabiskan dari porsi yang telah disediakan. Klien menghabiskan ¼ porsi 3. Menanyakan kepada klien makanan apa yang disukai dan yang tidak disukainya. 4. Melibatkan keluarga dalam perencanaan makan klien dengan membujuk klien supaya mau makan dan menyuapi klien saat makan. 5. Menyajikan makanan dalam keadaan hangat agar klien mau menghabiskan makanan yang disajikan. 6. Menganjurkan klien makan dalam porsi kecil tapi sering dan mudah dicerna sehingga klien tidak mual 7. Menganjurkan kepada klien supaya berkumur-kumur sebelum dan sesudah makan. 8. Menciptakan suasana yang menyenangkan, lingkungan yg bebas dari bau sewaktu makan. 9. Berkolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diit yaitu makanan yang mengandung cukup cairan, tinggi kalori dan protein yaitu ML | S : - Keluarga klien mengatakan nafsu makan klien sudah mulai ada - Klien mengatakan sudah tidak mual lagi O : - Makanan yang disajikan dihabiskan ¼ porsi - Mukosa mulut klien mulai lembab - Perut klien tidak kembung lagi - Ibu klien menyuapi klien saat makan
A : - Masalah 1, 3 4 dan 5 teratasi
P : - Implementasi diagnosa II dipertahankan
|
14 Juni 2011 jam 17.00 Wib | I | - Memonitor TTV
S : 37,8º C N : 88 x/i P : 28 x/i - Menganjurkan klien untuk banyak minum + 2000-2500/ hari
- Menganjurkan keluarga untuk mengompres hangat pada axilla dan temporal dan ibu klien tampak mengganti kapas kompres sekali dalam 10 menit
- Menganjurkan klien untuk memakai pakaian yang bahannya dapat menyerap keringat seperti katun dan kaos
- Memberikan informasi kepada keluarga bahwa penyebab dari peningkatan suhu tubuh klien disebabkan karena infeksi
- Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antipiretik dan antibiotik
- yaitu
- Amoxicillin, 3x2 cth - Kloramfenikol, 4x2 tab - Dumin 250, 3x1tab | Jam 19.30 Wib S : - Keluarga mengatakan demam klien berkurang - Keluarga mengatakan telah mengompres kening klien sekali dalam 10 menit - Klien mengatakan nyeri kepala sudah berkurang O : - Klien tampak rileks - Klien memakai baju tidur berbahan katun - Klien makan obat jam 19.00 wib : Amoxicillin 2cth Kloramfenikol 2 tab Dumin 1 tab - Hasil TTV : S : 37,3 oC N : 84 x/i P : 28 x/i A : - Masalah 1,2 dan 3 teratasi
P : - Implementasi 3, 4 dan 5 dipertahankan - Implementasi 1, 2 dan 6 dilanjutkan
|
| II | 1. Mengkaji tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa bibir kering, turgor kulit tidak elastis dan peningkatan suhu tubuh 2. Memantau intake dan output cairan dalam 24 jam Input + 1.000 cc Output + 500 cc 3. Menganjurkan klien minum banyak 2-3 liter/ hari 4. Mencatat laporan atau keluhan klien seperti mual, muntah dan klien mengatakan sudah tidak mual lagi 5. Memberi penjelasan kepada keluarga/ klien tentang pentingnya kebutuhan cairan untuk klien 6. Berkolaborasi dengan dokter untuk terapi cairan yaitu terpasang IVFD RL 12 gtt/i | S : - Keluarga klien mengatakan klien mau minum - Keluarga mengatakan memahami pentingnya kebutuhan cairan untuk klien - Klien mengatakan mual tidak ada
O : - Mukosa mulut dan bibir klien lembab - Turgol kulit kenyal - Klien tampak minum - Terpasang IVFD RL 12 gtt/i A : - Masalah 1, 2, 4, 5 dan 6 teratasi
P : - Implementasi 1, 2, 3, 4 dan 5 dipertahankan.
|
| III | 1. Menjelaskan pentingnya nutrisi bagi klien untuk mempercepat proses penyembuhan. 2. Melihat dan memperhatikan seberapa banyak makanan yang dihabiskan dari porsi yang telah disediakan. Klien menghabiskan ¼ porsi 3. Menanyakan kepada klien makanan apa yang disukai dan yang tidak disukainya. 4. Melibatkan keluarga dalam perencanaan makan klien dengan membujuk klien supaya mau makan dan menyuapi klien saat makan. 5. Menyajikan makanan dalam keadaan hangat agar klien mau menghabiskan makanan yang disajikan. 6. Menganjurkan klien makan dalam porsi kecil tapi sering dan mudah dicerna sehingga klien tidak mual 7. Menganjurkan kepada klien supaya berkumur-kumur sebelum dan sesudah makan. 8. Menciptakan suasana yang menyenangkan, lingkungan yg bebas dari bau sewaktu makan. Berkolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diit yaitu makanan yang mengandung cukup cairan, tinggi kalori dan protein yaitu ML | S : - Keluarga klien mengatakan nafsu makan klien ada - Klien mengatakan tidak mual lagi O : - Makanan yang disajikan dihabiskan 1/2 porsi - Mukosa mulut klien mulai lembab - Perut klien tidak kembung lagi - Ibu klien menyuapi klien saat makan
A : - Masalah 1, 2, 3, 4 dan 5 teratasi
P : - Implementasi diagnosa II dipertahanka klien diizinkan |
|
| 7. |
|
15 Juni 2011 jam 21.00 Wib | I | 1. Memonitor TTV S : 37º C N : 87 x/i P : 28 x/i 2. Menganjurkan klien untuk banyak minum + 2000-2500/ hari 3. Menganjurkan keluarga untuk mengompres hangat pada axilla dan temporal dan ibu klien tampak mengganti kapas kompres sekali dalam 10 menit 4. Menganjurkan klien untuk memakai pakaian yang bahannya dapat menyerap keringat seperti katun dan kaos 5. Memberikan informasi kepada keluarga bahwa penyebab dari peningkatan suhu tubuh klien disebabkan karena infeksi 6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antipiretik dan antibiotik yaitu : - Amoxicillin, 3x2 cth - Kloramfenikol, 4x2 tab - Dumin 250, 3x1tab | Jam 07.00 Wib S : - Keluarga mengatakan demam klien sudah tidak ada - Klien mengatakan nyeri kepala tidak ada O : - Klien tampak rileks - Klien memakai baju tidur berbahan katun - Klien makan obat jam 06.30 wib : Amoxicillin 2cth Kloramfenikol 2 tab Dumin 1 tab - Hasil TTV : S : 37 oC N : 80 x/i P : 25 x/i A : - Masalah 1, 2, 3 dan 4 teratasi
P : - Implementasi diagnosa I dipertahankan klien diizinkan pulang 16 Juni 2011
|
| III | 1. Menjelaskan pentingnya nutrisi bagi klien untuk mempercepat proses penyembuhan. 2. Melihat dan memperhatikan seberapa banyak makanan yang dihabiskan dari porsi yang telah disediakan. Klien menghabiskan ¼ porsi 3. Menanyakan kepada klien makanan apa yang disukai dan yang tidak disukainya. 4. Melibatkan keluarga dalam perencanaan makan klien dengan membujuk klien supaya mau makan dan menyuapi klien saat makan. 5. Menyajikan makanan dalam keadaan hangat agar klien mau menghabiskan makanan yang disajikan. 6. Menganjurkan klien makan dalam porsi kecil tapi sering dan mudah dicerna sehingga klien tidak mual 7. Menganjurkan kepada klien supaya berkumur-kumur sebelum dan sesudah makan. 8. Menciptakan suasana yang menyenangkan, lingkungan yg bebas dari bau sewaktu makan. 9. Berkolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diit yaitu makanan yang mengandung cukup cairan, tinggi kalori dan protein yaitu ML | S : - Keluarga klien mengatakan nafsu makan klien ada - Klien mengatakan mual tidak ada O : - Porsi makanan yang disajikan dihabiskan - Mukosa mulut klien lembab - Ibu klien menyuapi klien saat makan
A : - Masalah 1, 3 4 dan 5 teratasi
P : - Implementasi diagnosa II dipertahankan pulang 16 Juni 2011 |
| III | 1. Mengkaji tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa bibir kering, turgor kulit tidak elastis dan peningkatan suhu tubuh 2. Memantau intake dan output cairan dalam 24 jam Input + 1.000 cc Output + 500 cc 3. Menganjurkan klien minum banyak 2-3 liter/ hari 4. Mencatat laporan atau keluhan klien seperti mual, muntah dan klien mengatakan sudah tidak mual lagi 5. Memberi penjelasan kepada keluarga/ klien tentang pentingnya kebutuhan cairan untuk klien 6. Berkolaborasi dengan dokter untuk terapi cairan yaitu terpasang IVFD RL 12 gtt/i | S : - Keluarga klien mengatakan nafsu makan klien ada - Klien mengatakan tidak mual lagi O : - Porsi makanan yang disajikan dihabiskan - Mukosa mulut klien mulai lembab - Perut klien tidak kembung lagi - Ibu klien menyuapi klien saat makan
A : - Masalah 1, 2, 3, 4 dan 5 teratasi
P : - Implementasi diagnosa II dipertahanka klien diizinkan |
|
|
|
|
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari hasil proses keperawatan yang dilaksanakan terhadap klien dengan typhoid di Ruangan Rawat Inap Zal Anak RSI Ibnu Sina Bukitting, maka penulis dapat mengambil kesimpulan :
1. Pada klien dengan typhoid ditemukan tanda dan gejala dengan demam yang berlangsung 3 minggu, bersifat febris remitten dan suhu tidakterlalu tinggi, pada mulut terdapat bau tidak sedap, bibir kering dan umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak dalam yaitu apatis sampai samolen.
2. Dari hasil pengkajian dapat dirumuskan masalah keperawatan pada klien dengan typhoid adalah peningkatan suhu tubuh (hipertermi), gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan, dan resiko tinggi devisit volume cairan.
3. Perencanaan
Dalam merumuskan perencanaan diperlukan literatur yang lengkap serta membantu dari tenaga keperawatan dan tim kesehatan lainnya yang ada di Rumah Sakit serta kerjasama yang baik dari klien dan keluarga.
4. Implementasi
Pada pelaksanaan tidak semua perencanaan dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana, karena adanya kendala atau hambatan sehingga pada implementasi ini sangat diperlukan kerjasama yang baik antara tim kesehatan yang ada.
5. Evaluasi
Asuhan keperawatan yang dilakukan hanya sebagian yang tercapai sesuai dengan tujuan, karena dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan typhoid memerlukan waktu yang cukup lama dalam menyelesaikan masalah sesuai kriteria.
B. SARAN
Berdasarkan hasilpenerapan asuhan keperawatan yang dilakukan maka penulis dapat memberi saran, antara lain :
1. Dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan typhoid hendaklah benar-benar memperhatikan keluhan yang dirasakan oleh klien guna mendapatkan diagnosa yang tepat dan hasil yang baik.
2. Dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan typhoid agar memenuhi kebutuhan dari klien maka diperlukan adanya kerjasama yang baik antara tim kesehatan dengan klien dan keluarga klien.