Sabtu, 15 Oktober 2011

Asuhan Keperawatan Sindroma Hiperaktivitas


 

A.  Pengertian

Sindroma hiperaktivitas merupakan istilah gangguan kekurangan perhatian menandakan gangguan-gangguan sentral yang terdapat pada anak-anak, yang sampai saat ini dicap sebagai menderita hiperaktivitas, hiperkinesis, kerusakan otak minimal atau disfungsi serebral minimal. (Nelson, 1994)

B.   Etiologi

Pandangan-pandangan serta pendapat–pendapat mengenai asal usul, gambaran–gambaran, bahkan mengenai realitas daripada gangguan ini masih berbeda–beda serta dipertentangkan satu sama lainnya. Beberapa orang berkeyakinan bahwa gangguan tersebut mungkin sekali timbul sebagai akibat dari gangguan–gangguan di dalam neurokimia atau neurofisiologi susunan syaraf pusat. Istilah gangguan kekurangan perhatian merujuk kepada apa yang oleh banyak orang diyakini sebagai gangguan yang utamanya. Sindroma tersebut diduga disebabkan oleh faktor genetik, pembuahan ataupun racun, bahaya–bahaya yang diakibatkan terjadinya prematuritas atau immaturitas, maupun rudapaksa, anoksia atau penyulit kelahiran lainnya.
      Telah dilakukan pula pemeriksaan tentang temperamen sebagai kemungkinan merupakan faktor yang  mempermudah timbulnya gangguan tersebut, sebagaimana halnya dengan praktek pendidikan serta perawatan anak dan kesulitan emosional di dalam interaksi orang tua anak yang bersangkutan. Sampai sekarang tidak ada satu atau beberapa faktor penyebab pasti yang tidak dapat diperlihatkan.

C.   Patofisiologi

Kurang konsentrasi/gangguan hiperaktivitas ditandai dengan gangguan konsentrasi, sifat impulsif, dan hiperaktivitas. Tidak terdapat bukti yang meyakinkan tentang sesuatu mekanisme patofisiologi ataupun gangguan biokimiawi. Anak pria yang hiperaktiv, yang berusia antara 6 – 9 tahun serta yang mempunyai IQ yang sedang, yang telah memberikan tanggapan yang baik terhadap pengobatan–pengobatan stimulan, memperlihatkan derajat perangsangan yang rendah (a low level of arousal) di dalam susunan syaraf pusat mereka, sebelum pengobatan tersebut dilaksanakan, sebagaimana yang berhasil diukur dengan mempergunakan elektroensefalografi, potensial–potensial yang diakibatkan secara auditorik serta sifat penghantaran kulit. Anak pria ini mempunyai skor tinggi untuk kegelisahan, mudahnya perhatian mereka dialihkan, lingkup perhatian mereka yang buruk serta impulsivitas. Dengan 3 minggu pengobatan serta perawatan, maka angka–angka laboratorik menjadi lebih mendekati normal serta penilaian yang diberikan oleh para guru mereka memperlihatkan tingkah laku yang lebih baik.

D.   Manifestasi Klinik

Ukuran objektif tidak memperlihatkan bahwa anak yang terkena gangguan ini memperlihatkan aktifitas fisik yang lebih banyak, jika dibandingkan dengan anak–anak kontrol yang normal, tetapi gerakan–gerakan yang mereka lakukan kelihatan lebih kurang bertujuan serta mereka selalu gelisah dan resah. Mereka mempunyai rentang perhatian yang pendek, mudah dialihkan serta bersifat impulsif dan mereka cenderung untuk bertindak tanpa mempertimbangkan atau merenungkan akibat tindakan tersebut. Mereka mempunyai toleransi yang rendah terhadap perasaan frustasi dan secara emosional mereka adalah orang–orang yang labil serta mudah terangsang. Suasana perasaan hati mereka cenderung untuk bersifat netral atau pertenangan, mereka kerap kali berkelompok, tetapi secara sosial mereka bersikap kaku. Beberapa orang di antara mereka bersikap bermusuhan dan negatif, tetapi ciri ini sering terjadi secara sekunder terhadap permasalahan–permasalahan psikososial yang mereka alami. Beberapa orang lainnya sangat bergantung secara berlebih–lebihan, namun yang lain lagi bersikap begitu bebas dan merdeka, sehingga kelihatan sembrono.
Kesulitan-kesulitan emosional dan tingkah laku lazim ditemukan dan biasanya sekunder terhadap pengaruh sosial  yang negatif dari tingkah laku mereka. Anak-anak ini akan menerima celaan dan hukuman dari orang tua serta guru dan pengasingan sosial oleh orang-orang yang sebaya dengan mereka. Secara kronik mereka mengalami kegagalan di dalam tugas-tugas akademik mereka dan banyak diantara mereka tidak cukup terkoordinasi serta cukup mampu mengendalikan diri sendiri untuk dapat berhasil di dalam bidang olah raga. Mereka mempunyai gambaran mengenai diri mereka sendiri yang buruk serta mempunyai rasa harga diri yang rendah dan kerap kali mengalami depresi. Terdapat angka kejadian tinggi mengenai ketidakmampuan belajar membaca matematika, mengeja serta tulis tangan. Prestasi akademik mereka dapat tertinggal 1 – 2 tahun dan lebih sedikit daripada yang sesunguhnya diharapkan dari kecerdasan mereka yang diukur.

E.   Pemeriksaan Penunjang

Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang akan menegakkan diagnosis gangguan kekurangan perhatian. Anak yang mengalami hiperaktivitas dilaporkan memperlihatkan jumlah gelombang-gelombang lambat yang bertambah banyak pada elektorensefalogram mereka, tanpa disertai dengan adanya bukti tentang penyakit neurologik atau epilepsi yang progresif, tetapi penemuan ini mempunyai makna yang tidak pasti. Suatu EEG yang dianalisis oleh komputer akan dapat membantu di dalam melakukan penilaian tentang ketidakmampuan belajar pada anak itu.

F.    Komplikasi

1.                               Diagnosis sekunder- gangguan konduksi, depresi dan penyakit ansietas.
2.      Pencapaian akademik kurang, gagal di sekolah, sulit membaca dan mengerjakan aritmatika (sering kali akibat abnormalitas konsentrasi).
3.      Hubungan dengan teman sebaya buruk (sering kali akibat perilaku agresif dan kata-kata yang diungkapkan).

G.   Penatalaksanaan Medis

Rencana pengobatan bagi anak dengan gangguan ini terdiri atas penggunaan psikostimulan, modifikasi perilaku, pendidikan orang tua, dan konseling keluarga. Orang tua mungkin mengutarakan kekhawatirannya tentang penggunaan obat. Resiko dan keuntungan dari obat harus dijelaskan pada orang tua, termasuk pencegahan skolastik dan gangguan sosial  yang terus menerus karena pengunaan obat-obat psikostimulan. Rating scale Conners dapat digunakan sebagai dasar pengobatan dan untuk memantau efektifitas dari pengobatan.
Psikostimulan- metilfenidat (Ritalin), amfetamin sulfat (Benzedrine), dan dekstroamfetamin sulfat (Dexedrine)- dapat memperbaiki rentang perhatian dan konsentrasi anak dengan meningkatkan efek paradoksikal pada kebanyakan anak dan sebagian orang dewasa yang menderita gangguan ini.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN


A.  Pengkajian
1.       Kaji riwayat keluarga melalui wawancara atau genogram.
Data yang dapat diperoleh apakah anak tersebut lahir premature, berat badan lahir rendah, anoksia, penyulit kehamilan lainnyan atau ada faktor genetik yang diduga sebagai penyebab dari gangguan hiperaktivitas pada anak.
2.      Kaji riwayat perilaku anak.
l Riwayat perkembangan, dimana dulu seorang bayi yang gesit, aktif dan banyak menuntut, yang mempunyai tanggapan – tanggapan yang mendalam dan kuat, dengan disertai kesulitan – kesulitan makan dan tidur, kerap kali pada bulan – bulan pertama kehidupannya, sukar untuk menjadi tenang pada waktu akan tidur serta lambat untuk membentuk irama diurnal. Kolik dilaporkan agak umum terjadi pada mereka.
l Laporan guru tentang permasalahan – permasalahan akademis serta tingkah laku di dalam kelas.

B.   Diagnosa Keperawatan

©                                                            Kerusakan interaksi sosial
©                                                            Gangguan konsep diri
©                                                            Resiko tinggi penatalaksanaan program terapeutik tidak efektif
©                                                            Resiko tinggi perubahan peran menjadi orang tua
©                                                            Resiko tinggi kekerasan
©                                                            Resiko tinggi mencederai diri sendiri

C.   Perencanaan
Intervensi keperawatan umumnya diimplementasikan pada pasien rawat jalan dan komunitas.
1.       Bantu orang tua dalam mengimplementasikan program perilaku agar mencakup penguatan yang positif.
©      Latih kefokusan anak
Jangan tekan anak, terima keadaannya. Perlakukan anak dengan hangat dan sabar, tapi konsisten dan tegas dalam menerapkan norma dan tugas. Kalau anak tidak bisa diam di satu tempat, coba pegang kedua tangannya dengan lembut, kemudian ajak untuk duduk dan diam. Mintalah agar anak menatap mata anda ketika bicara atau diajak berbicara. Berilah arahan dengan nada lembut.
©      Telatenlah
Jika anak telah betah untuk duduklebih lama, bimbinglah anak untuk melatih koordinasi mata dan tangan dengan cara menghubungkan titik – titik yang membentuk angka atau huruf. Selanjutnya anak diberi latihan menggambar bentuk sederhana dan mewarnai. Bisa pula mulai diberikan latihan berhitung dengan berbagai variasi penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Mulailah dengan penjumlahan atau pengurangan dengan angka-angka di bawah 10. Setelah itu baru diperkenalkan konsep angka 0 dengan benar.
©      Bangkitkan kepercayaan diri anak
Gunakan teknik pengelolaan perilaku, seperti menggunakan penguat positif. Misalnya memberikan pujian bila anak makan dengan tertib. Tujuannya untuk meningkatkan rasa percaya diri anak.
©      Kenali arah minatnya
Jika anak bergerak terus jangan panik, ikutkan saja dan catat baik-baik, kemana sebenarnya tujuan keaktifan dari anak. Yang paling penting adalah mengenali bakat anak secara dini.
©      Minta anak bicara
Anak hiperaktif cenderung susah berkomunikasi dan bersosialisasi. Karena itu Bantu anak dalam bersosialisasi agar ia mempelajari nilai – nilai apa saja yang diterima di kelompoknya.
2.                              Sediakan struktur kegiatan harian
Anak hendaknya mempunyai daftar kegiatan harian yang berjalan dengan teratur menurut jadwal yang ditetapkan dan hendaknya segera mengikuti serta melaksanakan kegiatan rutinnya itu, sebagaimana iharkn dari dirinya dan untuk itu anak dihadiahi kata – kata pujian.
Perangsangan yang berlebihan serta kelelahan yang sangat hebat hendaknya dihindarkan. Anak membutuhkan saat santai setelah bermain, terutama setelah ia melakukan kegiatan fisik yang kuat dan keras. Periode sebelum tidur harus merupakan masa tenang, dengan cara menghindarkan acara televisi yang merangsang, permainan yang keras dan jungkir balik.
3.                              Beri obat stimulans sesuai instruksi.
a.       Stimulans dapat dihentikan sementara pada akhir pekan dan hari libur. Di mana untuk menentukan apakah kemampuan pengendalian yang dimiliki oleh anak itu sendiri telah mengalami suatu kemajuan.
b.      Stimulans tidak diberikan sesudah pukul 3 atau 4 sore, dimana efek samping stimulans adalah insomnia. Insomnia dapat dicegah dengan tidak lagi memberikan pengobatan perangsang setelah jam 3 sore serta mengatur sedemikian rupa, sehingga periode sebelum tidur itu merupakan saat yang tenang serta tidak merangsang.

D.   Perencanaan Pemulangan (Discharge Planning) dan Perawatan di Rumah

1.                               Didik dan bantu orang tua dan anggota keluarganya.
2.      Berkolaborasi dengan guru dan libatkan orang tua. Dorong orang tua untuk menjamin bahwa guru dan perawat sekolah mengetahui tentang nama, dosis dan waktu minum obat.
3.      Pastikan bahwa anak mendapatkan evalusi dan bimbingan akademik yang diperlukan. Memasukkan anak dalam kelas pendidikan khusus sering kali diperlukan.
4.      Pantau kemajuan dan respons anak terhadap pengobatan.
5.      Rujuk ke spesialis perilaku dan orang tua untuk mengembangkan dan mengimplementasikan rencana perilaku.

E.   Hasil yang Diharapkan
1.       Prestasi di sekolah meningkat, dibuktikan oleh nilai dan tugas-tugas yang diselesaikan anak.
2.                              Perilaku anak semakin baik menurut penilaian guru dan orang tua.
3.                              Anak menunjukkan hubungan yang positif dengan teman sebaya.

BAB IV

PENUTUP


A.  Kesimpulan

Salah satu ciri dari perilaku disruptif adalah gangguan hiperaktivitas defisit perhatian. Anak-anak dengan gangguan ini memperlihatkan kurang perhatian, impulsivitas dan hiperaktivitas. Gangguan ini sering dijumpai dan dapat terjadi sampai 3% dari anak-anak, dengan rasio laki-laki terhadap perempuan sebesar 6:1 sampai 9:1.
Masalah yang sering timbul pada anak dengan gangguan tersebut meliputi kerusakan interaksi sosial, gangguan konsep diri, resiko tinggi penatalaksanaan program terapeutik tidak efektif, resiko tinggi perubahan peran menjadi orang tua, resiko tinggi kekerasan, dan resiko tinggi mencederai diri sendiri.
Intervensi keperawatan umumnya diimplementasikan pada pasien rawat jalan dan komunitas, meliputi bantu orang tua dalam mengimplementasikan program perilaku agar mencakup penguatan yang positif, sediakan struktur harian, dan beri obat stimulans sesuai instruksi.




B.   Saran

Dalam memberikan perawatan kepada anak dengan gangguan hiperaktivitas ditujukan kepada keadaan sosial lingkungan rumah dan ruangan kelas penderita serta kepada kebutuhan-kebutuhan akademik dan psikososial anak yang bersangkutan, dengan disertai pemakaian obat-obat yang bijaksana. Perawat harus memberikan penjelasan yang terang mengenai keadaan anak tersebut kepada kedua orang tuanya dan kepada anak itu sendiri.






DAFTAR PUSTAKA



L. Betz, Cecily, A. Sowden, Linda. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Edisi 3. Alih Bahasa Jan Tambayong. Jakarta, EGC, 2002

Nelson. Ilmu Kesehatan Anak. Bagian 1. Alih Bahasa Hunardja S. Jakarta, Widya Medika, 2002

Nelson, Ilmu Pediatri Perkembangan. Alih Bahasa Moelia Radja Siregar. Jakarta, EGC, 1994

Pilliteri, Adelle, Child Health Nursing Care of The Child and Family. Philadelphia, Lippincott, 1999

Mengarahkan Anak Hiperaktif . 2004. http://www.Suaramerdeka.com

Penanganan Anak Hiperaktif. 2004. http://www.republika,co.id










ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN TYPOID

BAB I
PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang
Demam typhoid merupakan permasalahan kesehatan penting dibanyak negara berkembang. Secara global, diperkirakan 17 juta orang mengidap  penyakit ini tiap tahunnya. Di Indonesia diperkirakan insiden demam typhoid adalah 300 – 810 kasus per 100.000 penduduk pertahun, dengan angka kematian 2%. Demam typhoid merupakan salah satu dari penyakit infeksi terpenting. Penyakit ini di seluruh daerah di provinsi ini merupakan penyakit infeksi terbanyak keempat yang dilaporkan dari seluruh 24 kabupaten. Di Sulawesi Selatan melaporkan demam typhoid melebihi 2500/100.000 penduduk (Sudono, 2006).
Demam tifoid atau typhus abdominalls adalah suatu infeksi akut yang terjadi pada usus kecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhi. Typhi dengan masa tunas 6-14 hari. Demam tifoid yang tersebar di seluruh dunia tidak tergantung pada iklim. Kebersihan perorangan yang buruk merupakan sumber dari penyakit ini meskipun lingkungan hidup umumnya adalah baik. Di Indonesia penderita Demam Tifoid cukup banyak diperkirakan 800/ 100.000 penduduk per tahun dan tersebar di mana-mana. Ditemukan hampir sepanjang tahun, tetapi terutama pada musim panas. Demam tifoid dapat ditemukan pada semua umur, tetapi yang paling sering pada anak besar, umur 5- 9 tahun dan laki-laki lebih banyak dari perempuan dengan perbandingan 3 : 1.
Penularan dapat terjadi dimana saja, kapan saja, sejak usia seseorang mulai dapat mengkonsumsi makanan dari luar, apabila makanan atau minuman yang dikonsumsi kurang bersih. Biasanya baru dipikirkan suatu demam tifoid bila terdapat demam terus-menerus lebih dari 1 minggu yang tidak dapat turun dengan obat demam dan diperkuat dengan kesan anak baring pasif, nampak pucat, sakit perut, tidak buang air besar atau diare beberapa hari (Bahtiar Latif, 2008).
Sekarang ini penyakit typhus abdominalis masih merupakan masalah yang penting bagi anak dan masih menduduki masalah yang penting dalam prevalensi penyakit menular. Hal ini disebabkan faktor hygiene dan sanitasi yang kurang, masih memegang peranan yang tidak habis diatas satu tahun, maka memerlukan perawatan yang khusus karena anak ini masih dalam taraf perkembangan dan pertumbuhan. Dalam hal ini perawatan dirumah sakit sangat dianjurkan untuk mendapatkan perawatan isolasi untuk mencegah komplikasi yang lebih berat (Suharyo hadisaputro, 1989, dan Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985).
Berdasarkan hal tersebut, maka kami tertarik untuk menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan demam typhoid di ruang rawat inap RSI Ibnu Sina Bukittinggi.

B.            Tujuan
1.      Tujuan Umum
Mampu menyusun asuhan keperawatan kepada An.AM dengan Demam Thyphoid
2.      Tujuan Khusus
a.       Mampu melakukan pengkajian pada An. AM dengan Demam Thyphoid.
b.      Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada An. AM dengan Demam Thyphoid
c.       Mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada An. AM dengan Demam Thyphoid
d.      Mampu melakukan implementasi keperawatan pada An. AM dengan Demam Thyphoid
e.       Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan pada An.AM dengan Demam Thyphoid
f.       Mampu mendokumentasikan proses keperawatan yang telah dilaksanakan dalam rangka memenuhi kebutuhan klien.

C.           Metode Penulisan
1.      Metode Penulisan
Penulisan makalah ini dilakukan dengan metode deskripsi. Tipe studi kasus yang dilaksanakan terhadap salah satu klien dengan demam thyphoid yaitu analisa tentang suatu keadaan subjektif (individu dan keluarga). Tinjauan dari pengembangan subjek tersebut melalui pengumpulan data yang digunakan dalam melaksanakan asuhan keperawatan klien adalah pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi.

2.      Lokasi Penelitian
Studi kasus ini dilakukan diruang rawat anak yaitu paviliun Siti Pathimah RSI Ibnu Sina Bukittingggi karena merupakan tempat pendidikan yang menjadi lahan praktek bagi mahasiswa Stikes Yarsi Bukittinggi.
3.      Teknik Pengumpulan Data
a.       Wawancara
Dilakukan pada klien, keluarga klien, tenag medis dan tim kesehatan lainnnya.
b.      Observasi/ pengukuran
Pengamatan langsung terhadap klien melalui indra penglihatan, perabaan dan alat yang digunakan seperti stetoskop, termometer
c.       Study Dokumenter
Teknik pengumpulan data tentang klien yang didokumentasikan baik dari hasil laboratorium, catatan perawat dan tim kesehatan lain.
















BAB II

TINJAUAN TEORITIS


A.    Defenisi
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi Salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella ( Bruner and Suddart, 1994 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman Salmonella Thypi ( Arief Maeyer, 1999 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman Salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. Sinonim dari penyakit ini adalah typhoid dan paratyphoid abdominalis, ( Syaifullah Noer, 1996 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, typhoid disebut juga paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis (Seoparman, 1996).
Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh Salmonella Typhosa, Salmonella type A.B.C. Penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief. M. 1999).

B.     Etiologi
Etiologi dari typhoid adalah Salmonella thypi/ salmonella thyphosa, basil gram negatif yang bergerak dengan rambut getar dan tidak berspora. (Suriadi, Yuliani Rita, 2001).
     Salmonella thyposa, basil gram negatif yang bergerak dengan rambut getar dan tidak berspora, masa inkubasi 10-20 hari dan hanya didapatkan pada manusia. Penularan penyakit ini hampir selalu terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.
     Ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.



C.      Gambaran Klinis
Gambaran klinis demam typhoid pada anak biasanya lebih ringan daripada orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari. Yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, nafsu makan kurang.
Gambaran klinis yang biasa ditemukan ialah :
1.      Demam
Pada kasus yang khas demam berlangsung 3 minggu, bersifat febris remitten dan suhu tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua pasien terus berada dalam keadaan demam, pada minggu ketiga suhu tubuh berangsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
2.      Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat bau nafas tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah (regaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar disertai nyeri perabaan. Biasanya sering terjadi konstipasi tetapi juga dapat diare atau normal.
3.      Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak dalam yaitu apatis sampai samnolen, jarang terjadi stupor, koma atau gelisah (kecuali penyakitnya berat dan terlambat mendapatkan pengobatan). Disamping gejala tersebut mungkin terdapat gejala lainnya. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada minggu pertama demam. Kadang-kadang ditemukan pula bradikardi dan epistaksis pada anak besar ( Ngastiyah, 2005)

D.      Patofisiologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.













Woc (Lynda juall, 2002)
Sallmonella Typhosa

Saluran pencernaan

Lambung (sebagai ) dimusnakan oleh asam lambung, sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfase flasue poyeridi ulkumterminal), berkembangbiak dan menyerang villi usus halus

      Terjadi peregangan pada usus halus                      Masuk aliran limfe dan kelenjer limfe

      Sel hiposa dan endotoksinya merangsang                                       Spelenomegeli                                  pelepasan zat pirogen dan lekosit              
                                                                                                            Masuk ke aliran darah                         Inflamasi lokal pada jaringan tempat                             ( baktermia primer )
                  kuman berkembang
                                                                                                            Hati ( Hepatomegali )

MK : peningkatan suhu tubuh

         Observasi                                                                       Pelepasan kuman kedalam
 peredaran darah        

Gangguan metabolisme : anoreksia, mual dan muntah                                              Otak,otot, kadung kemih, tulang,
ginjal dan kardiovaskuler
   Mk : gangguan pemenuhan nutrisi         kebutuhan tubuh  
                                                                                                           
Mk : Resiti devisit volume cairan tubuh                    
                                                                                                           
   Mk : Intoleransi Aktivitas                             
                                                                                                Mk : potensi terjadi infeksi      
E.       Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari :
a.       Pemeriksaan Darah Tepi
-       Terdapat gambaran leukopenia
-       Limfositosis relatif
-       Ameosinofila pada permulaan sakit
-       Mungkin terdapat anemia dan trombositopenia ringan
b.       Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
c.        Biakan Darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
·         Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
·         Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.
·         Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
·         Pengobatan dengan obat anti mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.

d.       Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid.
Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu:
1.      Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
2.      Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
3.      Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid. Faktor – faktor yang mempengaruhi uji widal :
a.      Faktor yang berhubungan dengan klien :
1.      Keadaan umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi.
2.      Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah klien sakit 1 minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.
3.      Penyakit – penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat menyertai demam typhoid yang tidak dapat menimbulkan antibodi seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma lanjut.
4.      Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan obat anti mikroba dapat menghambat pembentukan antibodi.
5.      Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat tersebut dapat menghambat terjadinya pembentukan antibodi karena supresi sistem retikuloendotelial.
6.      Vaksinasi dengan kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi dengan kotipa atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H pada orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik.
7.         Infeksi klien dengan klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya : keadaan ini dapat mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer yang rendah.
8.         Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap salmonella thypi karena penyakit infeksi dengan demam yang bukan typhoid pada seseorang yang pernah tertular salmonella di masa lalu.
b.      Faktor-faktor Teknis
1.      Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat mengandung antigen O dan H yang sama, sehingga reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesies yang lain.
2.      Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan mempengaruhi hasil uji widal.
3.      Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada penelitian yang berpendapat bahwa daya aglutinasi suspensi antigen dari strain salmonella setempat lebih baik dari suspensi dari strain lain.

F.       Komplikasi
Komplikasi demam typhoid dapat dibagi atas dua bagian :
1.      Komplikasi Intestinal
a.    Perdarahan usus
Dapat terjadi pada saat demam masih tinggi, ditandai dengan suhu mendadak turun, nadi meningkat/ cepat dan kecil, tekanan darah menurun. Jika perdarahan ringan mungkin gejalanya tidak terlihat jelas, karena darah dalam feses hanya dapat dibuktikan dengan tes benzidin. Jika perdarahan berat ditemukan melena.
b.    Perforasi usus
Komplikasi ini dapat terjadi pada minggu ketiga ketika suhu sudah turun. Gejala perforasi usus adalah pasien mengeluh sakit perut hebat dan akan lebih nyeri lagi jika ditekan, perut tegang/ kembung. Anak menjadi pucat, dapat juga keringan dingin, nadi lembut; pasien dapat syok (Ngastiyah, 2005)

2.      Komplikasi Ekstraintestinal
a.    Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis, tromboplebitis.
b.    Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia hemolitik.
c.    Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
d.   Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
e.    Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
f.     Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
g.    Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningismus, meningitis, polineuritis perifer, Sindroma Guillain Bare dan Sidroma Katatonia.

G.      Penatalaksanaan Medis
Pasien yang dirawat dengan diagnosis observasi demam typus abdominalis harus dianggap dan diperlakukan langsung sebagai pasien typus abdominalis dan diberikan pengobatan sebagai berikut :
1.         Isolasi klien, desinfeksi pakaian dan ekskreta
2.         Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi
3.    Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu setelah suhu normal kembali (istirahat total), kemudian boleh duduk; jika tidak panas lagi boleh berdiri kemudian berjalan di runagan.
4.    Diit makanan harus cukup cairan, kalori, dan tinggi protein. Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang dan tidak menimbulkan gas. Bila kesadaran pasien menurun diberikan makanan cair, melalui sonde lambung. Jika kesadaran dan nafsu makan baik dapat juga diberikan makanan lunak.
5.    Obat pilihan ialah kloramfenikol, kecuali jika pasien tidak cocok dapat diberikan obat lainnya seperti kotrimoksazol. Pemberian kloramfenikol dengan dosis tinggi, yaitu 100 mg/kg BB/ hari (maksimum 2 gram perhari), diberikan 4 kali sehari per oral atau intravena. Pemberian kloramfenikol dengan dosis tinggi tersebut mempersingkat waktu perawatan dan mencegah relaps. Efek negatifnya adalah mungkin pembentukan zat anti kurang karena basil terlalu cepat dimusnahkan.
6.    Bila terdapat komplikasi, terapi disesuaikan dengan penyakitnya. Bila terjadi dehidrasi dan asidosis diberikan cairan secara intravena dan sebagainya (Ngastiyah, 2005)

H.      Pencegahan
Cara pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci tangan setelah dari toilet dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan, hindari minum susu mentah (yang belum dipsteurisasi), hindari minum air mentah, rebus air sampai mendidih dan hindari makanan pedas.
I.         Discharge Planning
-        Penderita harus dapat diyakinkan cuci tangan dengan sabun setelah defekasi
-        Mereka yang diketahui sebagai karier dihindari untuk mengelola makanan
-        Lalat perlu dicegah menghinggapi makanan dan minuman.
-        Penderita memerlukan istirahat
-        Diit lunak yang tidak merangsang dan rendah serat (Samsuridjal D dan Heru S, 2003)
-     Berikan informasi tentang kebutuhan melakukan aktivitas sesuai dengan tingkat perkembangan dan kondisi fisik anak
-        Jelaskan terapi yang diberikan: dosis, dan efek samping
-     Menjelaskan gejala-gejala kekambuhan penyakit dan hal yang harus dilakukan untuk mengatasi gejala tersebut
-     Tekankan untuk melakukan kontrol sesuai waktu yang ditentukan (Suriadi & Rita Y, 2001)










BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
DEMAM TYPHOID

A.    PENGKAJIAN
1.      Biodata klien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, no. MR, diagnosa medis, nama orang tua, umur orang tua, pekerjaan, agama, alamat, dan lain-lain.
2.      Keluhan Utama
Biasanya klian datang dengan keluhan perasaan tidak enak badan, pusing demam, nyeri tekan pada ulu hati, nyeri kepala, lesu dan kurang bersemangat, nafsu makan berkurang (terutama selama masa inkubasi)
3.      Riwayat kesehatan
a.       Riwayat kesehatan dahulu
            Kaji tentang penyakit yang pernah dialami oleh klien, baik yang ada hubungannya dengan saluran cerna atau tidak. Kemudian kaji tentang obat-obatan yang biasa dikonsumsi oleh klien, dan juga kaji mengenai riwayat alergi pada klien, apakah alergi terhadap obat-obatan atau makanan.
b.      Riwayat kesehatan sekarang
Kaji mengenai keluhan yang dirasakan oleh klien, misalnya nyeri pada epigastrium, mual, muntah, peningkatan suhu tubuh, sakit kepala atau pusing, letih atau lesu.
c.       Riwayat kesehatan keluarga
Kaji apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan klien atau penyakit gastrointestinal lainnya.
d.      Riwayat psikologis
Kaji bagaimana keadaan suasana hati (emosional) klien dan keluarga dalam menghadapi penyakit yang diderita, biasanya suasana hati klien kurang baik (gelisah) dan keluarga biasanya cemas.



e.       Riwayat sosial ekonomi
Mengkaji kehidupan sosial ekonomi klien, tipe keluarga bagaimana dari segi ekonomi dan tinggal bersama siapa klien. Bagaimana interaksi klien baik di kehidupan sosial maupun masyarakat atau selama di rumah sakit.
f.       Kebiasaan sehari-hari
Kaji tentang aktivitas atau kebiasaan yang dilakukan oleh klien sebelum sakit dan saat sakit. Hai ini berguna dalam perbandingan antara pengobatan dan perawatan pasien, biasanya mencakup :
-        Nutrisi
-        Eliminasi
-        Pola istirahat/ tidur
-        Pola kebersihan

4.      Pemeriksaan Fisik
a.    Keadaan Umum
Bagaimana keadaan klien, apakah letih, lemah atau sakit berat.
b.    Tanda vital :
Bagaimana suhu, nadi, persafasan dan tekanan darah klien
c.    Kepala
Bagaimana kebersihan kulit kepala, rambut serta bentuk kepala, apakah ada kelainan atau lesi pada kepala
d.   Wajah
Bagaimana bentuk wajah, kulit wajah pucat/tidak.
e.    Mata
Bagaimana bentuk mata, keadaan konjungtiva anemis/tidak, sclera ikterik/ tidak, keadaan pupil, palpebra dan apakah ada gangguan dalam penglihatan
f.     Hidung
Bentuk hidung, keadaan bersih/tidak, ada/tidak sekret pada hidung serta cairan yang keluar, ada sinus/ tidak dan apakah ada gangguan dalam penciuman



g.    Mulut
Bentuk mulut, membran membran mukosa kering/ lembab, lidah kotor/ tidak, apakah ada kemerahan/ tidak pada lidah, apakah ada gangguan dalam menelan, apakah ada kesulitan dalam berbicara.
h.    Leher
Apakah terjadi pembengkakan kelenjar tyroid, apakah ditemukan distensi vena jugularis
i.      Thoraks
Bagaimana bentuk dada, simetris/tidak, kaji pola pernafasan, apakah ada wheezing, apakah ada gangguan dalam pernafasan.
j.      Abdomen
Bagaimana bentuk abdomen, turgor kulit kering/ tidak, apakah terdapat nyeri tekan pada abdomen, apakah perut terasa kembung, lakukan pemeriksaan bising usus, apakah terjadi peningkatan bising usus/tidak.
k.    Genitalia
Bagaimana bentuk alat kelamin, distribusi rambut kelamin ,warna rambut kelamin. Pada laki-laki lihat keadaan penis, apakah ada kelainan/tidak. Pada wanita lihat keadaan labia minora, biasanya labia minora tertutup oleh labia mayora.
l.      Integumen
Kaji warna kulit, integritas kulit utuh/tidak, turgor kulit kering/ tidak, apakah ada nyeri tekan pada kulit, apakah kulit teraba panas.
m.  Ekstremitas atas
Adakah terjadi tremor atau tidak, kelemahan fisik, nyeri otot serta kelainan bentuk.

B.     Diagnosa Keperawatan
1.      Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan proses infeksi kuman salmonella typhosa, ditandai dengan suhu tubuh meningkat, demam, nyeri kepala, pusing.
2.      Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, ditandai dengan mual, muntah anoreksia.

3.      Resiko tinggi defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan pemasukan yang kurang, pengeluaran yang berlebihan, ditandai dengan mual, muntah, membran mukosa kering
4.      Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik




























BAB IV
TINJAUAN KASUS DEMAM TYPHOID

A.      PENGKAJIAN
1.     Identitas Klien
Nama                           :  An. AM
Umur                           : 7 tahun
Jenis kelamin               :  Perempuan
Alamat                        :  Jl. Veteran 99 Jirek
Agama                         :  Islam
Pendidikan                  :  SD
Pekerjaan                     :  Pelajar
Tanggal masuk RS      :  11 Juni 2011
Tanggal pengkajian     :  13 Juni 2011
No.MR                        :  132709
Dx medis                     :  Demam Typhoid

Penanggung jawab
Nama Ayah                 :  Tn. A
Umur                           :  39 tahun
Pendidikan                  :  MAN
Pekerjaan                     :  PNS
Agama                         : Islam
Nama Ibu                    :  Ny. A
Umur                           :  39 tahun
Pendidikan                  :  SMEA
Pekerjaan                     :  Ibu Rumah Tangga
Agama                         :  Islam
Alamat                                    :  Jl. Veteran 99 Jirek

2.     Alasan Masuk
     Klien kiriman UGD masuk ke ruang rawat inap anak pada hari sabtu 11 Juni 2011  jam 08.30 wib diantar oleh keluarga dengan keluhan demam naik turun sejak hari selasa 7 Juni 2011, nafsu makan tidak ada, lemah, letih, muntah 4x sejak hari senin. Keluarga mengatakan pada hari selasa tersebut telah berobat ke puskesmas tetapi panasnya tidak turun, kemudian pada hari kamis klien berobat ke poly anak RSI Ibnu Sina dengan Dr.Hj. Rahmi Yetti K, SpA dan beliau menganjurkan agar klien periksa darah ke lab dan dirawat di rumah sakit.

3.     Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
a.    Prenatal
        Ibu klien mengatakan saat hamil klien, ibu klien mengatakan tidak mengalami kelainan atau masalah serius selama kehamilan. Ibu klien juga tidak mengalami mual, muntah dan mengidam makanan tertentu.
b.    Intranatal
        Klien lahir dalam keadaan normal dan tidak ada kelainan bawaan, ditolong oleh bidan dengan usia kehamilan 9 bulan. Klien dilahirkan secara spontan dengan BB 4100 gram dan TB 45 cm.
c.    Postnatal
        Klien langsung disusui oleh ibu klien, setelah lahir klien tidak pernah mengalami kelainan atau penyakit serius tertentu dan imunisasi klien lengkap.

4.     Riwayat Kesehatan
1.    Riwayat kesehatan sekarang
Ibu klien mengatakan klien demam naik turun sejak hari selasa 7 Juni 201, suhu tubuh meningkat pada sore dan malam hari, nafsu makan tidak ada, tidak mau minum, klien juga merasa pusing dan nyeri pada bagian perutnya. Ibu klien juga mengatakan BB klien sebelum sakit 28 kg dan setelah sakit turun menjadi 25 kg. Observasi selama pengkajian klien terlihat lemah, badan klien terasa panas, mukosa bibir kering, mulut kering, bibir pecah-pecah, lidah kelihatan kotor dan berwarna putih. Klien terpasang infus RL 12 gtt/i.
2.    Riwayat kesehatan dahulu
Ibu klien mengatakan klien belum pernah dirawat  di rumah sakit sebelumnya.  Klien juga belum pernah mengalami penyakit serius lainnya hanya sakit perut dan demam. Apabila klien sakit perut dan demam biasanya ibu klien membawa klien berobat ke puskesmas dan meminum obat dari puskesmas.
3.    Riwayat Kesehatan Keluarga
Saat ini tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan klien. Ibu klien juga mengatakan saat ini abang klien dirawat di rumah sakit yang sama.
4.    Riwayat Sosial
a.    Hubungan dengan keluarga
Ibu klien mengatakan klien adalah anak kedua dari dua bersaudara, klien tinggal bersama kedua orangtua dan abangnya. Hubungan klien dengan anggota keluarga baik, klien sangat dekat dengan ayah, ibu dan abangnya.
b.    Hubungan dengan teman sebaya
Hubungan klien dengan teman sebaya baik dan mudah bergaul sesama temannya.
c.    Interaksi dengan lingkungan
Klien tinggal dalam lingkungan rumah yang sehat dan nyaman. Klien juga dapat  berinteraksi dengan lingkungan dengan baik.

5.    Kebutuhan Dasar
No
Aktifitas
Sebelum sakit
Sakit
1
Pola Nutrisi
a.       Frekuensi makan
b.      Diit
c.       Intake cairan

d.      Nafsu makan

3 x 1 porsi
MB
+  6-7  gelas/ perhari

Biasa

3 x 1 porsi, habis ¼ porsi
ML
4-5 gelas/ hari, klien terpasang infus RL 12 gtt/i
Kurang
2
Pola Eliminasi
BAB
a.       Frekuensi
b.      Warna
c.       Konsistensi
d.      Penggunaan pencahar
BAK
a.       Frekuensi
b.      Warna
c.       Bau


1 x 2 hari
Kuning
Lembek
Tidak ada


+ 5x sehari
Kuning muda
Urine khas


1 x 2 hari
Kuning
Lembek
Tidak ada


+ 4-5 x sehari
Kuning muda
Urine khas
3
Pola Istirahat
a.       Tidur siang
b.      Tidur malam

+ 1-2 jam sehari
+ 8 jam sehari

+ 1-2 jam sehari
+ 5-6 jam sehari
4
Personal Hygiene
a.       Mandi
b.      Gosok gigi
c.       Keramas

2x sehari
2x sehari
1x2 hari

Dilap oleh keluarga
1x sehari
Tidak pernah

5.     Pemeriksaan Fisik    
KU pasien       :Sedang
Kesadaran       : Composmentis
Tanda – tanda vital :
         S : 38,4 oC
         P : 28 x/i
         N : 84 x/i
Kepala   : Simetris ki/ka, rambut berwarna hitam, panjang dan tidak berminyak, tidak ada lesi pada kepala
Mata      : Simetris ki/ka, sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis, palpebra tidak edema, pupil bereaksi terhadap cahaya, dan tidak ada gangguan dalam penglihatan
Hidung  : Simetris ki/ka, tidak terdapat secret  pada hidung, bernafas tidak  menggunakan cuping hidung,  tidak ada gangguan dalam penciuman.
Mulut     : Mukosa mulut  kering, bibir pecah-pecah, lidah terlihat kotor dan berwarna putih
Telinga   : Simetris ki/ka, tidak terdapat serumen, tidak ada gangguan dalam pendengaran
Leher     : Tidak terdapat pembesaran kelenjar tyroid, tidak ditemukan distensi vena jugularis
Thoraks  : 
 I   :  Simetris ki/ka, pergerakan dinding dada normal, P=28 x/i
P   :  Tidak ada pembengkakan, tidak ada nyeri tekan
P   :  Sonor pada kedua area paru
A  :  Bunyi nafas vesikuler, tidak ada wheezing
Abdomen : 
 I   :  Simetris ki/ka, warna kulit sawo matang
P   :  Nyeri pada epigastrium dan perut kanan atas
P   :  Perut kembung
A  :  Bising usus (+)
Integumen : Integritas kulit utuh, turgor kulit kering, tidak ada dekubitus
Genitalia  : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas :
-            Pada ekstremitas atas bagian dextra terpasang IVFD RL 12 gtt/i, teraba nadi 92  x/i pada arteri radialis
-            Pada ekstremitas bawah terdapat bekas gigitan nyamuk berupa bercak-bercak berwarna hitam.

6.     Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium :
-          Kimia Klinik,  tanggal 10 Juni 2011
Tes Widal
Sty O        :  (+)1/80,  (+)1/160
Sty H        :  (+)1/80,  (+)1/160, (+)1/320

-          Darah,  tanggal 10 Juni 2011
WBC        :  3,9. 103/ mm3  (3,0 – 11,0)
RBC         :  4,51. 106/ mm3  (3,20 – 6,00)
HGB        :  12,4 g/dl  (9,0 – 17,5)
HCT         :  36,8 g/dl  (9,0 – 17,5)
PLT          :  262. 103/mm3
LED         :  37/70. 103/mm3
-          Darah,  tanggal 11 Juni 2011
WBC        :  5,1. 103/ mm3  (3,0 – 11,0)
RBC         :  4,73. 106/ mm3  (3,20 – 6,00)
HGB        :  12,9 g/dl (9,0 – 17,5)
HCT         :  38,8 g/dl  (9,0 – 17,5)
PLT          :  143. 103/mm3

-          Hematologi,  tanggal 12 Juni 2011
Hemoglobin : 12,0 gr/dl               n : 11-14 gr/dl
Leukosit : 5500 / mm3                
Trombosit : 124.000/ mm3
Hematokrit : 37,4                          n : 37-43, 100%

7.     Penatalaksanaan
Pengobatan meliputi :
a.       Oral
-          Amoxicillin, 3x2 cth
-          Kloramfenikol, 4x2 tab
-          Dumin 250, 3x1 tab
b.      IVFD
-          RL 12 gtt/i
c.       Diit
-           ML

8.     Analisa Data
NO
DATA – DATA
MASALAH KEPERAWATAN
1.










2











3








DS :
1.      Keluarga mengatakan klien demam naik turun
2.      Klien mengatakan nyeri dan sakit pada kepala

DO :
3.      Klien tampak gelisah
4.      Suhu tubuh meningkat pada sore dan malam hari

DS :
1.      Keluarga mengatakan klien tidak mau minum
2.      Keluarga mengatakan klien muntah di rumah + 5 kali
DO :
3.      Klien terlihat lemah dan letih
4.      Mukosa bibir terlihat kering
5.      Turgor kulit jelek
6.      Bibir pecah-pecah


DS :
1.      Keluarga mengatakan klien tidak ada nafsu makan
2.      Keluarga mengatakan makanan yang diberikan cuma habis 1/4 porsi
3.      Klien mengatakan mual

DO :
4.      Mukosa bibir kering
5.      Perut klien kembung
6.      Berat badan berkurang :
BB sebelum sakit :  28 kg
BB sesudah sakit :  25 kg

Peningkatan suhu tubuh (hipertermi)









Defisit volume cairan











Resiko pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan



B.      Diagnosa Keperawatan
1.    Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan proses infeksi salmonella typhosa.
2.    Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan pemasukan yang kurang, output yang berlebihan.
3.    Resiko pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
C.      Intervensi Keperawatan
No
Diagnosa
Tujuan/ KH
Intervensi
Rasional
1
Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan proses infeksi kuman salmonella typhosa.

Ditandai dengan :
-          suhu tubuh meningkat
-          demam
-           nyeri kepala
-          pusing.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam, suhu tubuh kembali normal
KH :
-          Suhu tubuh dalam batas normal (36-37 oC)
-          Keluarga/ klien mengatakan klien tidak demam lagi
-          TTV dalam batas normal
1.      Monitor TTV tiap 4 jam




2.      Anjurkan klien banyak minum 2 - 3 liter/ 24 jam



3.      Beri kompres hangat pada daerah axila, lipat paha dan temporal
4.      Anjurkan klien untuk memakai pakaian yg dapat menyerap keringat
5.      Beri penjelasan kepada keluarga/ klien tentang penyebab peningkatan suhu tubuh
6.      Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antipiretik dan antibiotik
1.      Untuk memonitor terjadinya peningkatan suhu tubuh dan untuk merencanakan intervensi yang diperlukan untuk mengatasi masalah klien.
2.      Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak
3.      Kompres hangat dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah sehingga terjadi penguapan
4.      Membantu mengurangi penguapan tubuh


5.      Membantu  mengurangi kecemasan yang timbul




6.      Mempercepat proses penyembuhan karena antipiretik dan antibiotik berguna untuk mengatasi keluhan klien.
2
Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan pemasukan yang kurang, output yang berlebihan

Ditandai dengan :
-          membran mukosa kering
-          turgor kulit jelek


Kekurangan cairan tubuh tidak terjadi

KH :
-          klien tidak mengalami kekurangan cairan
-          TTV dalam batas normal
-          Turgor kulit normal
-          Membran mukosa lembab
-          Intake dan output seimbang

1.      Kaji tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa bibir kering, turgor kulit tidak elastis dan peningkatan suhu tubuh
2.      Pantau intake dan output cairan dalam 24 jam


3.      Monitor tanda-tanda vital

4.      Anjurkan klien minum banyak 2-3 liter/ hari
5.      Catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah
6.      Beri penjelasan kepada keluarga /klien tentang pentingnya kebutuhan cairan
7.      Kolaborasi dengan dokter untuk terapi cairan
1.      Perubahan status hidrasi menggambarkan berat ringannya kekurangan cairan



2.     Untuk mengetahui keseimbangan cairan dan pedoman untuk menggantikan cairan yg hilang
3.     Perubahan TTV dapat menggambarkan keadaan umum klien.
4.     Untuk pemenuhan kebutuhan cairan

5.     Berguna dalam intervensi selanjutnya

6.     Membantu mempermudah pemberian cairan kepada klien


7.     Membantu memenuhi kebutuhan cairan yang tidak terpenuhi.
3
Resiko gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.

Ditandai dengan :
-          mual
-          muntah
-          anoreksia

Kebutuhan nutrisi terpenuhi  KH :
-          terjadi peningkatan berat badan
-          klien dapat menghabis kan porsi yg disediakan
-          mual dan muntah dapat diatasi.
-          Nafsu makan klien ada
1.      Jelaskan pentingnya makanan untuk proses penyembuhan.
2.      Observasi pemasukan makanan klien
3.      Kaji makanan yang disukai dan yang tidak disukai klien.

4.      Libatkan keluarga dalam perencanaan makan klien

5.      Sajikan makanan dalam keadaan hangat
6.      Anjurkan makan  dlm  porsi kecil tapi sering dan mudah dicerna
7.      Catat porsi yang dihabiskan oleh klien
8.      Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan

9.      Ciptakan suasana yg menyenangkan, lingkungan yg bebas dari bau sewaktu makan.
10.   Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diit
1.      Dapat memotivasi klien dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi


2.      Untuk mengukur intake makanan

3.      Makanan kesukaan dapat meningkatkan masukan nutrisi yang adekuat

4.      Dapat memberikan informasi pada keluarga klien untuk memahami kebutuhan nutrisi klien
5.      Meningkatkan nafsu makan klien

6.      Dapat mengurangi rangsangan mual dan muntah

7.      Membantu untuk melakukan intervensi selanjutnya
8.      Keadaan mulut yang kotor dapat mengurangi nafsu makan serta menimbulkan rangsangan mual
9.      Bau dan pemandangan yang tidak menyenangkan selama makan dapat mengurangi nafsu makan.

10.  Membantu mengkaji kebutuhan nutrisi klien dalam perubahan pencernaan































Catatan Perkembangan
Nama klien      :  An. AM                                                           Ruangan   :  Zaal Anak  (2A)
Umur               :  7 tahun                                                            No Mr       :  132709
Hari/ Tanggal
Dx. Kep
Implementasi
Evaluasi
13 Juni 2011 jam 17.00 Wib
I
1.    Memonitor TTV
S  : 38º C
N  : 87 x/i
P  : 28 x/i
2.    Menganjurkan klien untuk banyak minum + 2000-2500/ hari
3.    Menganjurkan keluarga untuk mengompres hangat pada axilla dan temporal dan ibu klien tampak mengganti kapas kompres sekali dalam 10 menit
4.    Menganjurkan klien untuk memakai pakaian yang bahannya dapat menyerap keringat seperti katun dan kaos
5.    Memberikan  informasi  kepada keluarga bahwa penyebab dari peningkatan suhu tubuh klien disebabkan karena infeksi
6.    Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antipiretik dan antibiotik
yaitu
-          Amoxicillin, 3x2 cth
-          Kloramfenikol, 4x2 tab
-          Dumin 250, 3x1tab
Jam 20.00 Wib
S :
-          Keluarga mengatakan demam klien sudah mulai berkurang
-          Keluarga mengatakan telah mengompres kening klien sekali dalam 10 menit
O :
-          Klien tampak rileks
-          Klien memakai baju tidur berbahan katun
-          Klien makan obat jam 19.00 wib :
Amoxicillin 2cth
Kloramfenikol 2 tab
Dumin 1 tab
-          Hasil TTV :
S : 37,5 oC
N : 84 x/i
P : 28 x/i
A :
-          Masalah 1 dan 3 teratasi

P :
-          Implementasi  3, 4 dan 5 dipertahankan
-          Implementasi 1, 2 dan 6 dilanjutkan


II
1.      Mengkaji tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa bibir kering, turgor kulit tidak elastis dan peningkatan suhu tubuh
2.      Memantau intake dan output cairan dalam 24 jam
Input + 1.000 cc
Output + 500 cc
3.      Menganjurkan klien minum banyak 2-3 liter/ hari
4.      Mencatat laporan atau keluhan klien seperti mual, muntah dan klien mengatakan sudah tidak mual lagi
5.      Memberi penjelasan kepada keluarga/  klien tentang pentingnya kebutuhan cairan untuk klien
6.      Berkolaborasi dengan dokter untuk terapi cairan yaitu terpasang IVFD RL 12 gtt/i
S :
-          Keluarga klien mengatakan klien sudah mau minum
-          Keluarga mengatakan sudah memahami pentingnya kebutuhan cairan untuk klien
-          Klien mengatakan tidak mual lagi

O :
-          Mukosa mulut dan bibir klien mulai lembab
-          Turgol kulit kenyal
-          Klien tampak minum
-          Terpasang IVFD RL 12 gtt/i
 
A :
-          Masalah 1, 2, 4 dan 6 teratasi

P :
-          Implementasi 12, 3, dan 4 dipertahankan
-          Implementasi 1 dan 6 dilanjutkan.


III
1.    Menjelaskan pentingnya nutrisi bagi klien untuk mempercepat proses penyembuhan.
2.    Melihat dan memperhatikan seberapa banyak makanan yang dihabiskan dari porsi yang telah disediakan. Klien menghabiskan ¼ porsi 
3.    Menanyakan kepada klien makanan apa yang disukai dan yang tidak disukainya.
4.    Melibatkan keluarga dalam perencanaan makan klien dengan membujuk klien supaya mau makan dan menyuapi klien saat makan.
5.    Menyajikan makanan dalam keadaan hangat agar klien mau menghabiskan makanan yang disajikan.
6.    Menganjurkan klien makan  dalam  porsi kecil tapi sering dan mudah dicerna sehingga klien tidak mual
7.    Menganjurkan kepada klien supaya berkumur-kumur sebelum dan sesudah makan.
8.    Menciptakan suasana yang menyenangkan, lingkungan yg bebas dari bau sewaktu makan.
9.      Berkolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diit yaitu makanan yang mengandung cukup cairan, tinggi kalori dan protein yaitu ML
S :
-          Keluarga klien mengatakan nafsu makan klien sudah mulai ada
-          Klien mengatakan sudah tidak  mual lagi
O :
-          Makanan yang disajikan dihabiskan ¼ porsi
-          Mukosa mulut klien mulai lembab
-          Perut klien tidak kembung lagi
-          Ibu klien menyuapi klien saat makan

A :
-          Masalah 1, 3 4 dan 5 teratasi

P :
-          Implementasi diagnosa II dipertahankan

14 Juni 2011 jam 17.00 Wib
I
  1. Memonitor TTV
S  : 37,8º C
N  : 88 x/i
P  : 28 x/i
  1. Menganjurkan klien untuk banyak minum + 2000-2500/ hari
  2. Menganjurkan keluarga untuk mengompres hangat pada axilla dan temporal dan ibu klien tampak mengganti kapas kompres sekali dalam 10 menit
  3. Menganjurkan klien untuk memakai pakaian yang bahannya dapat menyerap keringat seperti katun dan kaos
  4. Memberikan  informasi  kepada keluarga bahwa penyebab dari peningkatan suhu tubuh klien disebabkan karena infeksi
  5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antipiretik dan antibiotik
  6. yaitu
-          Amoxicillin, 3x2 cth
-          Kloramfenikol, 4x2 tab
-          Dumin 250, 3x1tab
Jam 19.30 Wib
S :
-          Keluarga mengatakan demam klien berkurang
-          Keluarga mengatakan telah mengompres kening klien sekali dalam 10 menit
-          Klien mengatakan nyeri kepala sudah berkurang
O :
-          Klien tampak rileks
-          Klien memakai baju tidur berbahan katun
-          Klien makan obat jam 19.00 wib :
Amoxicillin 2cth
Kloramfenikol 2 tab
Dumin 1 tab
-          Hasil TTV :
S : 37,3 oC
N : 84 x/i
P : 28 x/i
A :
-          Masalah 1,2 dan 3 teratasi


P :
-          Implementasi  3, 4 dan 5 dipertahankan
-          Implementasi 1, 2 dan 6 dilanjutkan


II
1.    Mengkaji tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa bibir kering, turgor kulit tidak elastis dan peningkatan suhu tubuh
2.    Memantau intake dan output cairan dalam 24 jam
     Input + 1.000 cc
     Output + 500 cc
3.    Menganjurkan klien minum banyak 2-3 liter/ hari
4.    Mencatat laporan atau keluhan klien seperti mual, muntah dan klien mengatakan sudah tidak mual lagi
5.    Memberi penjelasan kepada keluarga/  klien tentang pentingnya kebutuhan cairan untuk klien
6.    Berkolaborasi dengan dokter untuk terapi cairan yaitu terpasang IVFD RL 12 gtt/i
S :
-          Keluarga klien mengatakan klien mau minum
-          Keluarga mengatakan memahami pentingnya kebutuhan cairan untuk klien
-          Klien mengatakan mual tidak ada

O :
-          Mukosa mulut dan bibir klien lembab
-          Turgol kulit kenyal
-          Klien tampak minum
-          Terpasang IVFD RL 12 gtt/i
 
A :
-          Masalah 1, 2, 4, 5 dan 6 teratasi

P :
-          Implementasi 1, 2, 3, 4 dan 5 dipertahankan.


III
1.    Menjelaskan pentingnya nutrisi bagi klien untuk mempercepat proses penyembuhan.
2.    Melihat dan memperhatikan seberapa banyak makanan yang dihabiskan dari porsi yang telah disediakan. Klien menghabiskan ¼ porsi 
3.    Menanyakan kepada klien makanan apa yang disukai dan yang tidak disukainya.
4.    Melibatkan keluarga dalam perencanaan makan klien dengan membujuk klien supaya mau makan dan menyuapi klien saat makan.
5.    Menyajikan makanan dalam keadaan hangat agar klien mau menghabiskan makanan yang disajikan.
6.    Menganjurkan klien makan  dalam  porsi kecil tapi sering dan mudah dicerna sehingga klien tidak mual
7.    Menganjurkan kepada klien supaya berkumur-kumur sebelum dan sesudah makan.
8.    Menciptakan suasana yang menyenangkan, lingkungan yg bebas dari bau sewaktu makan.
Berkolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diit yaitu makanan yang mengandung cukup cairan, tinggi kalori dan protein yaitu ML
S :
-          Keluarga klien mengatakan nafsu makan klien ada
-          Klien mengatakan tidak  mual lagi
O :
-          Makanan yang disajikan dihabiskan 1/2 porsi
-          Mukosa mulut klien mulai lembab
-          Perut klien tidak kembung lagi
-          Ibu klien menyuapi klien saat makan

A :
-          Masalah 1, 2, 3, 4 dan  5 teratasi

P :
-          Implementasi diagnosa II dipertahanka klien diizinkan


7.     

15 Juni 2011 jam 21.00 Wib
I
1.    Memonitor TTV
S  : 37º C
N  : 87 x/i
P  : 28 x/i
2.    Menganjurkan klien untuk banyak minum + 2000-2500/ hari
3.    Menganjurkan keluarga untuk mengompres hangat pada axilla dan temporal dan ibu klien tampak mengganti kapas kompres sekali dalam 10 menit
4.    Menganjurkan klien untuk memakai pakaian yang bahannya dapat menyerap keringat seperti katun dan kaos
5.    Memberikan  informasi  kepada keluarga bahwa penyebab dari peningkatan suhu tubuh klien disebabkan karena infeksi
6.    Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antipiretik dan antibiotik yaitu :
-       Amoxicillin, 3x2 cth
-       Kloramfenikol, 4x2 tab
-       Dumin 250, 3x1tab
Jam 07.00 Wib
S :
-          Keluarga mengatakan demam klien sudah tidak ada
-          Klien mengatakan nyeri kepala tidak ada
O :
-          Klien tampak rileks
-          Klien memakai baju tidur berbahan katun
-          Klien makan obat jam 06.30 wib :
Amoxicillin 2cth
Kloramfenikol 2 tab
Dumin 1 tab
-          Hasil TTV :
S : 37 oC
N : 80 x/i
P : 25 x/i
A :
-          Masalah 1, 2, 3 dan 4 teratasi

P :
-          Implementasi diagnosa I dipertahankan klien diizinkan pulang 16 Juni 2011


III
1.    Menjelaskan pentingnya nutrisi bagi klien untuk mempercepat proses penyembuhan.
2.    Melihat dan memperhatikan seberapa banyak makanan yang dihabiskan dari porsi yang telah disediakan. Klien menghabiskan ¼ porsi 
3.    Menanyakan kepada klien makanan apa yang disukai dan yang tidak disukainya.
4.    Melibatkan keluarga dalam perencanaan makan klien dengan membujuk klien supaya mau makan dan menyuapi klien saat makan.
5.    Menyajikan makanan dalam keadaan hangat agar klien mau menghabiskan makanan yang disajikan.
6.    Menganjurkan klien makan  dalam  porsi kecil tapi sering dan mudah dicerna sehingga klien tidak mual
7.    Menganjurkan kepada klien supaya berkumur-kumur sebelum dan sesudah makan.
8.    Menciptakan suasana yang menyenangkan, lingkungan yg bebas dari bau sewaktu makan.
9.    Berkolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diit yaitu makanan yang mengandung cukup cairan, tinggi kalori dan protein yaitu ML
S :
-          Keluarga klien mengatakan nafsu makan klien ada
-          Klien mengatakan  mual tidak ada
O :
-          Porsi makanan yang disajikan dihabiskan
-          Mukosa mulut klien lembab
-          Ibu klien menyuapi klien saat makan

A :
-          Masalah 1, 3 4 dan 5 teratasi

P :
-          Implementasi diagnosa II dipertahankan pulang 16 Juni 2011

III
1.      Mengkaji tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa bibir kering, turgor kulit tidak elastis dan peningkatan suhu tubuh
2.      Memantau intake dan output cairan dalam 24 jam
Input + 1.000 cc
Output + 500 cc
3.      Menganjurkan klien minum banyak 2-3 liter/ hari
4.      Mencatat laporan atau keluhan klien seperti mual, muntah dan klien mengatakan sudah tidak mual lagi
5.      Memberi penjelasan kepada keluarga/  klien tentang pentingnya kebutuhan cairan untuk klien
6.      Berkolaborasi dengan dokter untuk terapi cairan yaitu terpasang IVFD RL 12 gtt/i
S :
-          Keluarga klien mengatakan nafsu makan klien ada
-          Klien mengatakan tidak  mual lagi
O :
-          Porsi makanan yang disajikan dihabiskan
-          Mukosa mulut klien mulai lembab
-          Perut klien tidak kembung lagi
-          Ibu klien menyuapi klien saat makan

A :
-          Masalah 1, 2, 3, 4 dan  5 teratasi

P :
-          Implementasi diagnosa II dipertahanka klien diizinkan






BAB V
PENUTUP


A.    KESIMPULAN
Dari hasil proses keperawatan yang dilaksanakan terhadap klien dengan typhoid di Ruangan Rawat Inap Zal Anak RSI Ibnu Sina Bukitting, maka penulis dapat mengambil kesimpulan :
1.    Pada klien dengan typhoid ditemukan tanda dan gejala dengan demam yang berlangsung 3 minggu, bersifat febris remitten dan suhu tidakterlalu tinggi, pada mulut terdapat bau tidak sedap, bibir kering dan umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak dalam yaitu apatis sampai samolen.
2.    Dari hasil pengkajian dapat dirumuskan masalah keperawatan pada klien dengan typhoid adalah peningkatan suhu tubuh (hipertermi), gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan, dan resiko tinggi devisit volume cairan.
3.    Perencanaan
Dalam merumuskan perencanaan diperlukan literatur yang lengkap serta membantu dari tenaga keperawatan dan tim kesehatan lainnya yang ada di Rumah Sakit serta kerjasama yang baik dari klien dan keluarga.
4.    Implementasi
Pada pelaksanaan tidak semua perencanaan dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana, karena adanya kendala atau hambatan sehingga pada implementasi ini sangat diperlukan kerjasama yang baik antara tim kesehatan yang ada.
5.    Evaluasi
Asuhan keperawatan yang dilakukan hanya sebagian yang tercapai sesuai dengan tujuan, karena dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan typhoid memerlukan waktu yang cukup lama dalam menyelesaikan masalah sesuai kriteria.




B.     SARAN
Berdasarkan hasilpenerapan asuhan keperawatan yang dilakukan maka penulis dapat memberi saran, antara lain :
1.   Dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan typhoid hendaklah benar-benar memperhatikan keluhan yang dirasakan oleh klien guna mendapatkan diagnosa yang tepat dan hasil yang baik.
2.   Dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan typhoid agar memenuhi kebutuhan dari klien maka diperlukan adanya kerjasama yang baik antara tim kesehatan dengan klien dan keluarga klien.